Minggu, 24 Februari 2013
kartu bilangan
Kegiatan pembelajaran Matematika yang menggunakan kartu bilangan di kelas 3c semester 1 dengan materi penjumlahan dan pengurangan
Kamis, 21 Februari 2013
PTK Rumah Perkalian (isi)
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era
globalisasi yang penuh dengan kompetitif merupakan tantangan bagi dunia pendidikan.
Teknologi pembelajaran inovatif seyogyanya dikembangkan dengan cara
mengadaptasi atau mengadopsi teknologi pembelajaran inovatif yang memenuhi
standar internasional. Hal ini tidak lain merupakan salah satu upaya untuk
memenuhi amanat salah satu kebijakan inovatif, yaitu mutu lulusan tidak cukup
bila diukur dengan standar lokal atau nasional saja. (Mohammad
Nur, 2003)
Pendidikan
Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab (UURI No. 20 Th. 2003). Tujuan ini
dituangkan dalam tujuan pembelajaran matematika yaitu melatih cara berfikir dan
bernalar, mengembangkan aktifitas kreatif, mengembangkan kemampuan memecahkan
masalah, mengembangkan kemampuan menyampaikan infomasi atau mengkomunikasikan
gagasan. Sehingga matematika merupakan bidang ilmu yang strategis untuk membentuk
generasi yang siap menghadapi era global yang penuh dengan kompetitif tersebut.
Matematika
sebagai disiplin ilmu turut andil dalam pengembangan dunia teknologi yang kini
telah mencapai puncak kecanggihan dalam mengisi berbagai dimensi kebutuhan
hidup manusia. Era global yang ditandai dengan kemajuan teknologi informatika,
industri otomotif, perbankan, dan dunia bisnis lainnya, menjadi bukti nyata
adanya peran matematika dalam revolusi teknologi.
Melihat betapa besar peran matematika dalam kehidupan
manusia, bahkan masa depan suatu bangsa, maka sebagai guru di Sekolah Dasar
yang mengajarkan dasar-dasar matematika merasa terpanggil untuk senantiasa
berusaha meningkatkan pembelajaran dan hasil belajar matematika. Apalagi
kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar matematika selalu berada
di tingkat bawah dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.
Hal
tersebut dapat dilihat dari pengalaman
mengajar matematika pada kompetensi dasar operasi hitung penjumlahan
semester 1 tahun pelajaran 2011-2012 hanya mencapai rerata 67
dan hanya 70% siswa mencapai nilai 70 atau >70 .
Padahal kriteria ketuntasan minimal harus mencapai 85% siswa mendapat 70 atau >70. Sedangkan pada prestasi belajar siswa kompetensi dasar perkalian
semester 2 tahun pelajaran 2010-2011 juga masih rendah dengan rerata 64 dan
hanya 68% siswa yang mencapai nilai 70 atau >70 .
Kondisi tersebut disebabkan oleh kenyataan sehari-hari yang menunjukkan bahwa
siswa kelihatannya jenuh mengikuti pelajaran matematika. Pembelajaran sehari-hari
menggunakan metode ceramah dan latihan-latihan soal secara individual, dan
tidak ada interaksi antar siswa yang pandai, sedang, dan normal. Hal ini
terbukti sebagian besar siswa mengeluh apabila diajak belajar matematika.
Sering jika diberi tugas tidak selesai tepat waktu, dan lebih suka bermain dan
mengobrol, alasannya pelajaran matematika memusingkan dan lain-lain.
Matematika
merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui
proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai
akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah diterima, sehingga keterkaitan
antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Dalam
pembelajaran matematika agar mudah dimengerti oleh siswa, proses penalaran
deduktif untuk menguatkan pemahaman yang sudah dimiliki oleh siswa. Tujuan
pembelajaran matematika adalah melatih cara berfikir secara sistematis, logis,
kritis, kreatif dan konsisten.
Pembelajaran
matematika tidak juga tidak lagi mengutamakan pada penyerapan melalui
pencapaian informasi, tetapi lebih mengutamakan pada pengembangan kemampuan dan
pemrosesan informasi. Untuk itu aktivitas
peserta didik perlu ditingkatkan melalui latihan-latihan atau tugas matematika
dengan bekerja kelompok kecil dan menjelaskan ide-ide kepada orang lain.
(Hartoyo, 2000: 24).
Langkah-langkah
tersebut memerlukan partisipasi aktif dari siswa. Untuk itu perlu ada metode
pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran. Adapun
metode yang dimaksud adalah metode pembelajaan kooperatif. Pembelajaran
kooperatif adalah suatu pengajaran yang melibatkan siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif
lebih menekankan interaksi antar siswa. Dari sini siswa akan melakukan
komunikasi aktif dengan sesama temannya. Dengan komunikasi tersebut diharapkan
siswa dapat menguasai materi pelajaran dengan mudah karena “siswa lebih mudah
memahami penjelasan dari kawannya dibanding penjelasan dari guru karena taraf
pengetahuan serta pemikiran mereka lebih sejalan dan sepadan”. (Sulaiman dalam
Wahyuni 2001 :
2).
Pembelajaran
Matematika umumnya didominasi oleh pengenalan rumus-rumus serta konsep-konsep
secara verbal, tanpa ada perhatian yang cukup terhadap pemahaman siswa.
Disamping itu proses belajar mengajar hampir selalu berlangsung dengan metode
“chalk and talk” guru menjadi pusat dari seluruh kegiatan di kelas (Somerset,
1997 dalam Sodikin, 2004:1).
Pembelajaran
matematika sering diinterpretasikan sebagai aktivitas utama yang dilakukan
guru, yaitu guru mengenalkan materi, mungkin mengajukan satu atau dua
pertanyaan, dan meminta siswa yang pasif untuk aktif dengan memulai melengkapi
latihan dari buku teks, pelajaran diakhiri dengan pengorganisasian yang baik
dan pembelajaran selanjutnya dilakukan dengan sekenario yang serupa.
Pada umumnya,
sekelompok siswa beranggapan bahwa mata pelajaran matematika sulit difahami.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: Pertama, siswa kurang
memiliki pengetahuan prasyarat serta kurang mengetahui manfaat pelajaran
matematika yang ia pelajari. Kedua, daya abstraksi siswa kurang dalam memahami
konsep-konsep matematika yang bersifat abstrak.
Dalam mengajarkan
matematika, sebaiknya diusahakan agar siswa mudah memahami konsep yang ia
pelajari, sehingga siswa lebih berminat untuk mempelajarinya. Jika sekiranya
diperlukan media atau alat peraga yang dapat membantu siswa dalam memahami
konsep matematika, maka seyogyanya guru menyiapkan media atau alat peraga yang
diperlukan.
Menurut Dienes (dalam Sodikin, 2004:134) menyatakan bahwa
setiap konsep matematika dapat difahami dengan mudah apabila kendala utama yang
menyebabkan anak sulit memahami dapat dikurangi atau dihilangkan. Dienes
berkeyakinan bahwa anak pada umumnya melakukan abstraksi berdasarkan intuisi
dan pengalaman kongkrit, sehingga cara mengajarkan konsep-konsep matematika
dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan objek kongkrit. Dengan demikian,
dalam mengajarkan matematika perlu adanya benda-benda kongkrit yang merupakan
model dari ide-ide matematika, yang selanjutnya disebut sebagai alat peraga
sebagai alat bantu pembelajaran. Alat bantu pembelajaran ini digunakan dengan
maksud agar anak dapat mengoptimalkan panca inderanya dalam proses
pembelajaran, mereka dapat melihat, meraba, mendengar, dan merasakan objek yang
sedang dipelajari.
Berkaitan dengan
uraian di atas, PTK ini akan meneliti tentang Peningkatan Hasil Belajar dalam Pembelajaran
Matematika materi Perkalian melalui Penggunaan Puzzle Rumah Perkalian dalam Pendekatan
Kooperatif Siswa
Kelas IIa SD
Negeri Dabasah 1
Kecamatan Bondowoso.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas akan
dilakukan tindakan melalui Pembelajaran Matematika dengan Permainan Rumah
Perkalian.
Rumah Perkalian digunakan
dalam pembelajaran Matematika agar pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan di samping
itu melalui permainan Rumah Perkalian tanpa dipaksa siswa akan berusaha untuk
menghafal dan bisa menghitung perkalian dengan cepat.
Penelitian untuk siswa
tahun ini dilakukan dengan menggunakan fakta yang dipakai siswa tahun pelajaran
yang lalu karena karakteristik siswa pada tahun pelajaran lalu mirip dengan
siswa tahun pelajaran ini yaitu nilai ulangan hariannya rendah atau siswa tahun
pelajaran 2011/2012 yang mencapai KKM relatif sama dengan siswa tahun pelajaran 2010/20101.
B. Rumusan
masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas maka
penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut :
Apakah
penggunaan Puzzle Rumah Perkalian dapat meningkatkan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Matematika Materi Perkalian pada Siswa Kelas IIa Semester 2 SD Negeri Dabasah 1 Kecamatan Bondowoso Tahun
Pelajaran 2011/2012?
C. Tujuan
penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas,
penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk:
1.
Meningkatkan Prestasi Belajar dalam Pembelajaran Perkalian Mata Pelajaran Matematika pada Siswa Kelas IIa Semester 2 SD Negeri Dabasah 1 Kecamatan Bondowoso Tahun
Pelajaran 2011/2012 dengan menggunakan Permainan Puzzle Rumah Perkalian.
2.
Menambah atau memperkaya media pembelajaran
khususnya mata pelajaran Matematika.
D. Manfaat
penelitian
Manfaat
penelitian ini adalah :
a.
Bagi
siswa
·
Membantu menumbuhkan potensi dalam diri siswa misalnya
tanggung jawab, kerja sama, percaya diri, rasa sosial, berani menghadapi
tantangan dan latihan berkompetisi.
·
Membantu
siswa untuk lebih mudah memahami konsep pelajaran yang diajarkan.
·
Membantu
meningkatkan prestasi belajar.
·
Membantu
mengembangkan kemampuan fantasi, kognitif, emosi dan sosial siswa.
b.
Bagi
guru
·
Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan
guru dalam meningkatkan pemahaman siswa belajar Matematika.
·
Sebagai masukan dan penambah semangat kreativitas dalam
meningkatkan pembelajaran khususnya penggunaan alat atau media pembelajaran dan
metode dalam Matematika.
·
Sebagai pendorong dalam pengembangan diri,
berkreativitas, berinovasi dalam mencari dan menggunakan berbagai alat / media
pembelajaran dan model dalam pembelajaran Matematika.
·
Menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman tentang
penulisan karya tulis ilmiah (KTI) dan sebagai bukti telah melakukan
pengembangan profesi.
c.
Bagi
sekolah
·
Meningkatkan
kualitas pembelajaran di sekolah dan kualitas tenaga pendidik.
·
Sebagai
motivator dalam peningkatan kompetensi dan kualitas pendidikan pada umumnya.
·
Sebagai
bahan informasi dan kontribusi bagi dunia pendidikan, khususnya dalam
pengembangan media pembelajaran mata pelajaran Matematika.
d.
Bagi Instansi terkait :
·
Sebagai masukan bagi instansi
terkait yang mempunyai kewenangan untuk mengembangkan dan memperluaskan, bila
alat atau media pembelajaran ini memang layak untuk dikembangkan dan
disebarluaskan.
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Pembelajaran
Matematika dan Puzzle Rumah Perkalian
Istilah matematika awalnya diambil dari
perkataan Yunani, mathematica, yang berarti “ relating to learning ”.
Perkataan ini mempunyai akar kata mathema
yang berarti pengetahuan atau ilmu ( knowledge, science )
dan kata mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir).
Hakikat matematika adalah
ilmu tentang berfikir
logis. Istilah matematika berasal
dari mathematics (Inggris), mathematik (Jerman), mathematique (Perancis), matematico
(Itali), matematiceski (Rusia), atau mathematick (Belanda) dan perkataan (Latin) mathematica.
Menurut
Elea Tinggih dalam Suherman
(2003), perkataan matematika berarti
“ ilmu pengetahuan yang
diperoleh dengan penalaran ”. Hal
ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak
melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan
dalam ilmu lain lebih menekankan hasil
observasi atau eksperimen
di samping penalaran.
Matematika terbentuk sebagai hasil
pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses
dan penalaran (Ruseffendi, 2006). Pada tahap awal matematika
terbentuk dari pengalaman manusia dalam
dunianya secara empiris, karena
matematika sebagai aktivitas manusia kemudian pengalaman diproses dalam dunia rasio. Selanjutnya dilakukan analisis dan sintesis dengan
penalaran di dalam
struktur kognitif, sehingga
sampailah pada suatu kesimpulan berupa
konsep-konsep matematika. Agar konsep-konsep matematika yang telah
terbentuk dapat dipahami orang lain dan dapat dengan mudah dimanipulasi secara
tepat, maka digunakan
notasi dan istilah
yang cermat, kemudian
disepakati bersama secara
universal yang dikenal dengan bahasa matematika.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
karakteristik matematika adalah :
a. Pembelajaran
matematika dilakukan berjenjang. Dari
konkret- semi konkret-abstrak-abstrak sederhana-kompleks.
b. Pembelajaran
matematika mengikuti metode spiral. Konsep baru dikembangkan dengan mengaitkan
konsep yang telah dipahami siswa dan konsep baru meruakan perluasan konsep
sebelumnya.
c. Pembelajaran
matematika mengunakan pola deduktif. Artinya dari umum ke khusus. Tetapi untuk jenjang SD menggunakan pola induktif yaitu dari khusus ke umum.
d. Pembelajaran
matematika menganut kebenaran konstitusi.. Artinya pemyataan dianggap benar
jika didasarkan pada pernyataan yang sebelumnya dianggap benar.
Strategi Pembelajaran Matematika SD
Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran matematika pemecahan
masalah, merupakan fokus kegiatan (Diknas,2004:78). Sedangkan definisi
pembelajaran adalah sebagai upaya untuk membelajarkan siswa (Harmini,2005:3).
Dengan pengertian di atas bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai, suatu
kegiatan yang mermberikan fasilitas belajar yang baik sehingga terjadi proses
belajar. Sehingga strategi pembelajaran merupakan kegiatan yang dipilih oleh
guru dalam proses pembelajaran yang dapat memberikan fasilitas belajar sehingga
memperlancar tujuan belajar matematika (Hudoyo dalam Harmini, 2004:9).
Dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan
kegiatan yang dipilih guru dalam suatu proses pembelajaran yang meliputi: (1)
Kemana proses pembelajaran matematika?
(2) Apa yang menjadi isi dari proses pembelajaran matematika? (3)
Bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran matematika? (4) Sejauh mana proses
pembelajaran matematika tersebut berhasil?
Keempat aspek tersebut
membentuk terjadinya proses pembelajaran. Adanya interaksi siswa dengan guru
dibangun atas dasar keempat unsur di atas. Pengetahuan tentang matematika
mencakup pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan
konseptual mengacu pada pemahaman konsep, sedangkan pengetahuan prosedural
mengacu pada keterampilan melakukan sesuatu prosedur pengajaran.
Dua hal penting yang
merupakan, bagian dari tujuan pembelajaran matematika adalah pembentukan sifat
dengan berpikir kritis dan kreatif (Karso, 2005:2-17) untuk mengembangkan dua
hal tersebut haruslah dapat mengembangkan imajinasi anak dan rasa ingin tahu.
Dua hal tersebut harus dikembangkan dan ditumbuhkan, siswa diberi kesempatan
berpendapat, bertanya, sehingga proses pembelajaran matematika lebih bermakna.
Dalam
pembelajaran ini guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan,
metode, dan teknik yang melibatkan keaktifan siswa, baik secara mental maupun
fisiknya. Disamping itu optimalisasi interaksi dan optimalisasi seluruh indera
siswa harus terlibat.
Penekanan
pembelajaran matematika tidak hanya pada melatih keterampilan dan hafal fakta,
tetapi pada pemahaman konsep, dalam pemahamannya tentu saja disesuaikan dengan
tingkat berpikir siswa, mengingat objek matematika adalah abstrak.
Karena
objeknya abstrak maka penanaman konsep matematika di sekolah dasar sedapat
mungkin di mulai dari penyajian Konkret. Selain itu dalam belajar matematika,
siswa memerlukan suatu dorongan (motivasi) yang tinggi. Kurangnya dorongan
seringkali menimbulkan siswa mengalami patah semangat. Dengan demikian guru
haruslah pandai-pandai dalam memilih metode, strategi dan media yang
diperlukan, salah satu untuk meningkatkan motivasi adalah dengan menggunakan
alat peraga atau sumber belajar lingkungan khususnya benda-benda Konkret sekitar
siswa.
Dengan
demikian, guru pada merencanakan dan melaksanakan pembelajaran matematika
dengan mengupayakan suasana kelas yang menantang, menyenangkan. Hal ini
memungkinkan situasi lebih kreatif dan aktif.
Karakteristik Pembelajaran Matematika SD
Matematika
sebagai suatu ilmu memiliki objek dasar yang berupa fakta, konsep operasi dan
prinsip. Menurut Sudjadi (dalam Suherman 2004:14), pendapat tentang matematika
tampak adanya kelainan antara satu dengan lainnya, namun tetap dapat ditarik
ciri-ciri atau karakteristik yang sama, antara lain:
1.
Memiliki
obyek kajian abstrak
2.
Bertumpuh
pada kesepakatan
3.
Berpola
pikir deduktif
Dari pendapat di atas
dapat disimpulkan bahwa dalam memodelkan pembelajaran matematika di sekolah
dasar hendaknya dimulai dengan hal-hal yang Konkret. Pembelajaran matematika di
sekolah dasar berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan
bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman pemahaman yang dapat membantu
memperjelas dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan
dalam Gipayana, Muhana dkk (2005 : 141) karakterisrik diantaranya meliputi
menggunakan dunia nyata.
Di samping itu
pembelajaran matematika adalah berjenjang atau bertahap, dalam pembelajaran
dimulai dari konsep yang sederhana menuju ke konsep yang lebih sukar.
Pembelajaran matematika harus di mulai dari yang konkret, ke semi konkret, dan
berakhir pada yang abstrak.(Karso, 2005:2-16)
Dalam setiap
memperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu memperhatikan konsep atau
bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya.(Karso, 2005:2-16)
Hakekat Anak Didik dalam Pembelajaran Matematika di SD
a)
Anak
dalam Pembelajaran Matematika di SD
Anak usia SD sedang mengalami
perkembangan dalam tingkat berpikirnya. Dan tahap berpikirnya belum formal
masih relatif Konkret, sehingga apa yang dianggap logis dan jelas oleh para
ahli serta apa yang dapat diterima orang yang berlatih mempelajarinya merupakan
hal yang tidak masuk akal dan membingungkan bagi anak-anak. (Karso, 2005:1-5)
Dari kenyataan di atas maka peneliti berpendapat bahwa jika dalam melaksanakan
model pembelajaran hendaknya menggunakan benda-benda Konkret sekitar siswa.
b)
Anak
Sebagai Individu yang Berkembang
Sesuatu yang mudah menurut logika
berpikir kita sebagai orang dewasa belum tentu dianggap mudah oleh logika
berpikir anak, malahan mungkin anak mengganggap itu adalah sesuatu yang sulit
untuk dimengerti, hal ini sesuai dengan pendapat Jean Piaget dkk (dalam Karso,
2005:1-6) dinyatakan bahwa anak tidak bertindak dan berpikir sama seperti orang
dewasa. Hal ini tugas guru sebagai penolong anak untuk membentuk, mengembangkan
kemampuan intelektualnya yang maksimal sangat diperlukan.
c)
Kesiapan
Intelektual Anak
Kebanyakan para ahli jiwa percaya
bahwa jika akan memberikan pelajaran tentang sesuatu kepada anak didik, maka
kita harus memperhatikan tingkat perkembangan berpikir anak.
Teori
tingkat perkembangan berpikir anak ada empat tahap (Jean Piaget dan Karso,
2005:1-6), diantaranya : tahap sesuai motorik (dari lahir sampai usia 2 tahun),
tahap operasional awal/pra operasional (usia 2-7 tahun), tahap operasional /
operasional konkret (usia 7-11 atau 12 tahun) dan tahap operasional formal /
operasi formal (usia 11 tahun ke atas).
Usia SD pada umumnya pada tahap
berpikir operasional konkret, siswa dalam tahapan ini memahami hukum kekekalan,
tetapi ia belum bisa berpikir secara deduktif, sehingga dalil-dalil matematika belum
dimengerti. Hal ini mengakibatkan bila mengajarkan bahasan harus diberikan bagi
siswa yang sudah siap intelektualnya.
Tingkat Pemahaman Usia SD
Tingkat pemahaman usia SD merupakan tahapan perkembangan intelektual
atau berpikir anak SD (Karso, 2005: 1-10). Dalam hal ini anak masih mengalami
kesulitan merumuskan definisi dengan kata-kata sendiri, gurulah bertugas untuk
membimbingnya.
Uraian
di atas jelas bahwa anak itu bukanlah tiruan dari orang dewasa, anak bukan
bentuk mikro dari orang dewasa. Intelektual anak berbeda dengan orang dewasa,
dan cara berpikirnya pun berbeda.
Bertolak
dari teori Piaget tersebut di atas bahwa kesiapan untuk belajar dan bagaimana
berpikir mereka itu berubah sesuai dengan perkembangan usianya, hal ini
diperlukan agar tingkat pemahaman anak terhadap pelajaran matematika lebih
baik. Jika pemahaman pelajaran baik dan maka tingkat kemampuan siswa dapat
ditingkatkan.
Teori Belajar Bruner
Hal-hal yang dapat dinyatakan sebagai proses belajar menurut Bruner
dalam Karso (2005: 1-12) di bagi dalam tiga tahapan yaitu:
1.
Tahap Enaktif atau Tahap Kegiatan
(Enactive)
Pada tahun
awal ini anak belajar konsep berhubungan dengan benda-benda real atau mengalami
peristiwa di dunia sekitar.
2.
Tahap Ikonik atau Tahap Gambar Bayangan
(Iconic)
Pada tahap
ini anak tetap mengubah, menandai dan menyimpan peristiwa atau benda dalam
bentuk bayangan dalam kata lain anak dapat membayangkan kembali tentang
benda/peristiwa yang dialami.
3.
Tahap Simbolik (Symbolik)
Pada tahap
ini anak dapat mengutarakan bayangan mental tersebut dalam bentuk simbol dan
bahasa. Dalam hal ini anak sudah mampu memahami simbol-simbol atau penjelasan.
Dari apa yang dirancang oleh Bruner ini, hendaknya dapat dijadikan
guru sebagai dasar untuk merancang model pembelajaran. Sehingga dapat
mempermudah pemahaman dan keberhasilan anak dalam pembelajaran matematika.
Pembelajaran Matematika Memanfaatkan Alat/Media
Setelah guru mengetahui karakteristik matematika, guru
akan lebih jelas peranan alat peraga dalam mengkonkretkan sesuatu yang abstrak
untuk memperjelas penyajian. Tidak kalah pentingnya yaitu seorang guru
mengetahui materi pelajaran matematika berkesinambungan dari kelas ke kelas
lain di atasnya sehingga siswa yang belum menguasai fakta di kelas bawah sangat
menjadi kendala di kelas berikutnya.
Alat
peraga merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan sesuatu
atau isi pelajaran, memperjelas, dan menarik perhatian siswa sehingga dapat
mendorong proses pembelajaran, yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil
belajar. Alat peraga sebaiknya mudah cara menggunakannya, tidak berbahaya,
mudah dicari, murah harganya, dan lebih utama lagi siswa dapat membuatnya
sendiri (Akhmad Sudrajat. 2008).
Dengan demikian alat peraga pendidikan merupakan
alat pembelajaran yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar, karena
dengan menggunakan alat peraga pembelajaran akan lebih menarik dan hasil yang diperoleh
tidak verbalisme.
Barang-barang yang tidak bermanfaat di lingkungan
sekitar sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk membuat alat peraga. Tergantung
dari kejelian guru dalam memanfaatkannya.
Menurut Daryanto dalam Akhmad Sudrajat (2004) media adalah alat
yang dapat membantu proses belajar mengajar yang berfungsi memperjelas makna
pesan yang disampaikan sehingga tujuan pembelajaran tercapai dengan baik.
Media atau alat bantu dapat
diartikan sebagai alat bantu yang digunakan menyalurkan pesan, informasi, dan
bahan pelajaran untuk merangsang perasaan, perhatian, dan keterampilan siswa.
Media
mengandung pesan sebagai perangsang belajar dan dapat membangkitkan motivasi
belajar. Pendidikan dengan media visual adalah cara memperoleh pengertian yang
lebih baik dari sesuatu yang dapat dilihat daripada sesuatu yang didengar atau
dibacanya.
Sukayati (2003:14) menjelaskan
bahwa permainan dalam pembelajaran matematika di sekolah bukan untuk
menerangkan melainkan suatu cara atau teknik untuk mempelajari atau membina keterampilan
dari suatu materi tertentu. Secara umum cocok untuk membantu mempelajari fakta
dan keterampilan. Beberapa pakar pendidikan mengatakan bahwa tujuan utama
digunakan permainan dalam pembelajaran matematika adalah untuk memberikan
motivasi kepada siswa agar siswa menjadi senang.
Apabila guru berniat
merencanakan kegiatan permainan matematika dalam pembelajaran, maka guru perlu
mengkaji topik yang tepat untuk kegiatan yang didukung oleh permainan. Dari
hasil kajian tersebut guru dapat memilih atau mengidentifikasi permainan yang
bertujuan meningkatkan keterampilan matematika dan digunakan dalam waktu serta
situasi yang tepat.
Apapun
strategi pembelajaran matematika dalam bentuk permainan, seorang guru perlu :
a.
Mengidentifikasi topik-topik yang
memerlukan pembinaan keterampilan khusus, misalnya fakta dasar penjumlahan
/atau perkalian.
b. Menentukan
tujuan pembelajaran secara jelas.
c.
Merencanakan
kegiatan seraca rinci seperti bentuk permainan, sarana, dan evaluasi.
Supaya
penggunaan alat peraga atau media dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka
guru harus menggunakannya semaksimal mungkin. Meskipun dengan benda yang
sederhana, asalkan guru dapat menggunakannya dengan tepat, maka materi yang
diberikan kepada siswa akan dapat diterima dengan jelas.
Alat
peraga atau media sangat beragam jenisnya. Ada yang berupa gambar, benda tiruan
ataupun benda yang sesungguhnya. Hal utama dalam penggunaan alat peraga atau
media adalah disukai siswa, harganya murah, mudah dicari, dan tidak berbahaya.
Biasanya siswa akan suka dan tertarik pada benda yang berwarna-warni. Oleh
karena itu, agar penggunaan alat peraga/media dapat mencapai sasarannya, guru
dituntut untuk dapat mengatasi hal-hal yang dapat menghambat dalam
penggunaannya.
Tiap anak didik memiliki
kemampuan indera yang berbeda atau tidak sama. Maka peranan media dalam model
pembelajaran sangat diperlukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sadiman dalam Devid (2008:6) media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan
pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses
belajar terjadi.
Latuheru dalam Devid (2008:6), menyatakan bahwa media pembelajaran adalah bahan, alat, atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya guna. Berdasarkan definisi tersebut, media pembelajaran memiliki manfaat yang besar dalam memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran. Media pembelajaran yang digunakan harus dapat menarik perhatian siswa pada kegiatan belajar mengajar dan lebih merangsang kegiatan belajar siswa.
Latuheru dalam Devid (2008:6), menyatakan bahwa media pembelajaran adalah bahan, alat, atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya guna. Berdasarkan definisi tersebut, media pembelajaran memiliki manfaat yang besar dalam memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran. Media pembelajaran yang digunakan harus dapat menarik perhatian siswa pada kegiatan belajar mengajar dan lebih merangsang kegiatan belajar siswa.
Menurut Encyclopedia of
Educational Research (Oemar Hamalik) dalam Yahya (2008) bahwa manfaat media pendidikan diantaranya: (1) Meletakkan
dasar-dasar yang Konkret untuk berpikir dan oleh karena itu mengulangi
verbalisme. (2) Memperbesar perhatian para siswa. (3) Memberikan pengalaman
yang nyata menimbulkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan siswa. Dari
pengertian di atas bahwa media mempunyai peranan yang sangat penting dalam
proses pembelajaran.
Dari uraian di atas
penulis berpendapat bahwa dengan adanya media dalam proses pembelajaran siswa
lebih aktif, mandiri dan terlibat kegiatan langsung, bebas menyusun dan
memanipulasi benda tersebut sehingga berperan untuk membantu mengefektifkan
komunikasi dan menciptakan interaksi dalam kegiatan.
Puzzle Rumah Perkalian
Perkalian adalah operasi matematika penskalaan satu bilangan
dengan bilangan lain. Operasi ini adalah salah satu dari empat operasi dasar di
dalam aritmetika dasar (yang lainnya adalah perjumlahan, pengurangan, dan perbagian). Perkalian terdefinisi untuk seluruh
bilangan di dalam suku-suku perjumlahan yang diulang-ulang; misalnya, 3 dikali 4
(seringkali dibaca "3 kali 4") dapat dihitung dengan menjumlahkan 3
salinan dari 4 bersama-sama.
Perkalian bilangan rasional (pecahan) dan bilangan
real didefinisi oleh perumumam gagasan dasar ini. Perkalian dapat juga
digambarkan sebagai pencacahan objek yang disusun di dalam persegi
panjang (untuk semua bilangan) atau seperti halnya penentuan luas persegi panjang yang
sisi-sisinya memberikan panjang (untuk bilangan secara umum). Balikan dari
perkalian adalah perbagian: ketika 3 kali 4 sama dengan 12, maka 12 dibagi 3
sama dengan 4. Perkalian diperumum ke jenis bilangan lain (misalnya bilangan
kompleks) dan ke konstruksi yang lebih abstrak seperti matriks.
Matematika merupakan ilmu dasar yang mendasari semua penerapan dalam
kehidupan nyata. Contoh penerapan nyata adalah dalam bidang medis. Ketika kita
mendapatkan obat dari dokter 3x1 berarti 3 kali dalam sehari (pagi, siang,
malam) masing-masing 1 (pil). Bukan sebaliknya, 1 kali dalam sehari 3 (pil). Hal
ini perlu diperhatikan karena prosesnya sangat berbeda antara 3x2 dan 2x3.
Seringkali kita berfokus pada hasilnya yang sama-sama 6. Penjelasan dalam
bidang medis akan sangat jelas: 3x2 berarti 3 kali dalam sehari masing-masing 2
(pil) sedangkan 2x3 berarti 2 kali dalam sehari masing-masing 3 (pil). Dengan
demikian, penjabaran dalam penjumlahan : 3x2 = 2 + 2 + 2; sedangkan 2x3 =
3 + 3.
Menurut Christina Martono dalam tulisannya tentang
Pelajaran Matematika Sekolah Dasar pada tanggal 03 Pebruari 2009 ada beberapa
kiat khusus untuk mempermudah belajar matematika:
- Pemahaman rumus matematika dengan permainan.
- Penggunaan alat peraga.
- Harus benar-benar memahami penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian, terutama dalam soal-soal yang bervariasi di dalam soal cerita.
- Sering mengadakan diskusi/kerjasama untuk menentukan tahap-tahap penyelesaian soal-soal secara cepat, tepat dan mudah dipahami.
- Memperkenalkan berbagai macam bentuk bangun geometri melalui papan berpaku, sekaligus belajar mencari luas dan volume, mengukur panjang-pendek, dan berat suatu benda.
- Biasakan siswa untuk bisa menggambar sendiri bentuk bangun-bangun geometri tersebut.
- Penggunaan fasilitas ruang kelas sebagai media pembelajaran, misalnya pengubinan.
- Untuk mengenal materi jual-beli-laba-rugi sebaiknya dengan menggunakan kegiatan “pasar sederhana”termasuk materi tentang uang.
- Permainan rumah penjumlahan maupun rumah perkalian
- Penggunaan teka-teki silang matematika
- Cerdas cermat
- Penyampaian materi matematika dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris.
Pelajaran matematika memang selalu berhubungan dan
terkait dengan angka-angka sehingga sering membingungkan serta membosankan bagi
anak didik kita, apalagi jika ternyata ada konsep salah yang dijelaskan guru.
Banyaknya latihan dan tugas mengerjakan soal-soal sering membuat siswa semakin
jenuh dan menjadikan matematika sebagai hantu yang menakutkan. Salah satu upaya
agar matematika menjadi menyenangkan adalah melalui permainan dan permainan itu
diantaranya adalah "puzzle".
Puzzle adalah teka-teki dengan tes kecerdikan
solver. Puzzle sebagai sebuah teka-teki dasar merupakan permainan untuk
menempatkan potongan-potongan dalam cara yang logis sesuai dengan solusi yang
diinginkan. Solusi untuk teka-teki harus mengenali pola dan menciptakan urutan
tertentu.
Salah
satu jenis puzzle yang berhubungan dengan pelajaran matematika adalah rumah
perkalian. Rumah perkalian ini bisa digunakan pada siswa kelas 2 semester 2 sebagai
kelanjutan penanaman konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang.
Cara bermain rumah perkalian:
1.
Sediakan petak permainan berupa:
a.
Tabel deret angka secara acak yang merupakan hasil dari perkalian dua
bilangan.
b.
Kartu bilangan 1 sampai 9.
2.
Bentuk beberapa kelompok dengan anggota tiap kelompok minimal 4 orang.
3.
Salah satu anggota kelompok harus dipilih siswa yang telah memiliki
kemampuan menghafal perkalian dengan benar dan dia dijadikan sebagai juri/wasit
dalam kelompok.
4.
Tugas juri/wasit adalah mencatat perolehan jawaban benar dari
masing-masing anggota kelompok.
5. Masing-masing anggota kelompok secara
bergiliran mengambil dua kartu bilangan kemudian meletakkan pada tabel rumah
perkalian sesuai dengan hasil perkalian dua bilangan yang diambil.
6. Jawaban benar mendapat 1 point dan
jika salah 0 point.
7. Jawaban tiap anggota harus berurutan sebanyak 5 kotak
secara menurun, mendatar atau diagonal.
8. Peserta yang menang adalah yang
paling cepat mengurutkan deret jawaban dengan benar.
9. Pemain yang kalah harus bersedia
menerima hukuman sesuai dengan kesepakatan bersama.
B. Prestasi Belajar
1.
Pengertian Belajar
Sebelum
membicarakan pengertian prestasi belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan apa
yang dimaksud dengan belajar. Para pakar pendidikan mengemukakan pengertian
yang berbeda namun demikian selalu mengacu pada prinsip yang sama yaitu setiap
orang yang melakukan proses belajar akan mengalami suatu perubahan dalam
dirinya.
Selanjutnya
Winkel dalam Sudjana (2004:53)
mengatakan belajar adalah ”suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam
interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu
bersifat relatif konstan.”
Kemudian
Hamalik dalam Ridwan (2003)
mendefnisikan belajar adalah ”suatu pertumbuhan atau perubahan dalam diri
seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat
pengalaman dan latihan.”
Muhibbin
Syah (2008: 90-91) mengutip pendapat Reber dalam kamusnya (Dictionary of
Psychology) membatasi belajar dengan dua macam definisi, yaitu:
1)
Belajar
adalah The process of accuiring knowledge,
yakni proses memperoleh pengetahuan. Pengertian ini biasanya lebih sering
dipakai dalam pembahasan psikologi kognitif yang oleh sebagian ahli dipandang
kurang representatif karena tidak mengikutsertakan perolehan ketrampilan
nonkognitif.
2)
Belajar
adalah A relativety permanent change in
respons potentiality which occurs as a result of reinforced practice, yakni
perubahan kemampuan bereaksi yang relatif permanen sebagai hasil latihan yang
diperkuat. Dalam definisi ini terdapat empat macam istilah yang esensial dan
perlu disoroti untuk memahami proses belajar, yaitu : Relativety permanent (yang secara umum menetap), Respons potentiality (kemampuan
bereaksi), Reinforce (penguatan), dan
Practice ( praktik atau latihan ).
Adapun
Mahfud Shalahuddin dalam Sudjana (2004: 29) dalam buku Pengantar Psikologi Pendidikan
mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku melalui
pendidikan atau lebih khusus melalui prosedur latihan. Perubahan itu sendiri
berangsur-angsur dimulai dari sesuatu yang tidak dikenalnya, untuk kemudian dikuasai
atau dimilikinya dan dipergunakannya sampai pada suatu saat dievaluasi oleh
yang menjalani proses belajar itu.
Dari
berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian balajar adalah
suatu proses perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap atau permanen
sebagai hasil atau akibat dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang
melibatkan proses kognitif, efektif dan psikomotor.
2.
Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi
adalah hasil yang telah dicapai. Dengan demikian bahwa prestasi merupakan hasil
yang telah dicapai oleh seseorang setelah melakukan sesuatu pekerjaan/aktivitas
tertentu.
Jadi
prestasi adalah hasil yang telah dicapai oleh karena itu semua individu dengan
adanya belajar hasilnya dapat dicapai. Setiap individu belajar menginginkan
hasil yang yang sebaik mungkin. Oleh karena itu setiap individu harus belajar
dengan sebaik-baiknya supaya prestasinya berhasil dengan baik. Sedang
pengertian prestasi juga ada yang mengatakan prestasi adalah kemampuan.
Kemampuan di sini berarti yang dimampui individu dalam mengerjakan sesuatu.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan prestasi
belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh
mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang
diberikan oleh guru.
Pengertian
prestasi belajar menurut Muhibbin Syah sebagaimana dikutip oleh Abu Muhammad
Ibnu Abdullah (2008) adalah taraf keberhasilan murid atau santri dalam
mempelajari materi pelajaran di sekolah atau pondok pesantren yang dinyatakan
dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi
pelajaran tertentu.
Menurut Poerwanto (1986:28)
yang dimaksud prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seseorang dalam usaha
belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport.
S. Nasution dalam Sudjana (2004:17) mengemukakan prestasi belajar sebagai
“kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berpikir, merasa dan berbuat.
Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek (kognitif,
afektif dan psikomotor), sebaliknya dikatakan prestasi yang kurang memuaskan
jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.
Sedangkan Winkel dalam Sudjana (2004:162) mengatakan bahwa “prestasi belajar adalah
suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan
kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.”
Dari pendapat-pendapat di
atas, maka pengertian prestasi belajar adalahtingkat keberhasilan seseorang
dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk raport atau
nilai melalui kegiatan evaluasi setelah mengalami proses belajar mengajar.
3.
Jenis dan Indikator Prestasi Belajar
Menurut Benjamin S. Bloom, sebagaimana yang dikutip oleh
Abu Muhammad Ibnu Abdullah (2008) bahwa hasil belajar diklasifikasikan ke dalam
tiga ranah, yaitu :
1)
Ranah
Kognitif
2)
Ranah
Afektif
3)
Ranah
Psikomotor
Untuk mengungkap hasil belajar atau prestasi belajar pada
ketiga ranah tersebut diperlukan patokan-patokan atau indikator sebagai
penunjuk bahwa seseorang telah berhasil meraih prestasi pada tingkat tertentu
dari ketiga ranah tersebut. Pengetahuan dan pemahaman yang mendalam mengenai
indikator-indikator prestasi belajar sangat diperlukan ketika seseorang akan
menggunakan alat dan kiat evaluasi sehingga penggunaan alat evaluasi akan
menjadi lebih tepat, reliabel dan valid.
Berikut adalah tabel tentang jenis dan indikator prestasi
belajar yang dimaksud.
Tabel 2.1. Jenis dan Indikator Prestasi Belajar
No
|
Jenis Prestasi belajar
|
Indikator Prestasi Belajar
|
1.
|
Ranah Cipta (Kognitif)
a.
Pengamatan
b.
Ingatan
c.
Pemahaman
d.
Penerapan
e.
Analisis (pemeriksaan dan pemilahan secara teliti)
f.
Sintesis (membuat penduan baru dan utuh)
|
Dapat :
v
Menunjukkan
v
Membandingkan
v
Menghubungkan
v
Menyebutkan
v
Menunjukkan kembali
v
Menjelaskan
v
Mendefinisikan dengan lisan sendiri
v
Memberikan contoh
v
Menggunakan secara tepat
v
Menguraikan
v
Mengklasifikasikan / memilah-milah
v
Menghubungkan
v
Menyimpulkan
v
Menggeneralisasikan
v
(membuat prinsip umum)
|
2.
|
Ranah Rasa (Afektif)
a.
Penerimaan
b.
Sambutan
c.
Apresiasi (sikap menghargai)
d.
Internalisas (pendalaman)
e.
Karaktirasasi
|
v
Mengingkari
v
Melembagakan atau meniadakan
v
Menjelmakan dalam pribadi dan perilaku sehari-hari
|
3.
|
Ranah Karsa (Psikomotor)
a.
Ketrampilan bergerak dan bertindak
b.
Kecakapan ekspresi verbal dan nonverbal
|
v
Mengkoordinasikan gerak mata, tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya
v
Mengucapkan
v
Membuat mimik dan gerakan jasmani
|
4.
Faktor- faktor yang
Memengaruhi Prestasi Belajar
Prestasi belajar di sekolah sangat dipengaruhi
oleh kemampuan umu yang diukur oleh IQ di mana IQ yang tinggi dapat meramalkan
kesuksesan prestai belajar. Namun demikian ada beberapa kasus pada IQ yang
tinggi ternyata tidak menjamin kesuksesan seseorang dalam belajar dan hidup
bermasyarakat.IQ bukanlah satu-satunya faktor penentu kesuksesan prestasi
belajar seseorang, ada faktor-faktor lain yang turut andil memengaruhi
perkembangan prsetasi belajar.
Menurut Sunarto (2009) ada dua faktor yang
memengaruhi prestasi belajar yaitu faktor yang terdapat di dalam diri siswa
(faktor intern) dan faktor yang ada di luar siswa (faktor ekstern).
Faktor intern meliputi :
a.
Kecerdasan / intelegensi
b.
Bakat
c.
Minat
d.
Motivasi
Faktor ekstern mencakup :
a.
Keadaan lingkungan keluarga
b.
Keadaan lingkungan sekolah
c.
Keadaan lingkungan
masyarakat
Sedangkan Muhibbin Syah (2008: 139) mengemukakan
bahwa factor-faktor yang memengaruhi prestasi belajar peserta didik di sekolah,
secara garis besar dapat dibagi kepada 3 bagian, yaitu :
1)
Faktor internal
Faktor ini merupakan faktor
dari dalam diri peserta didik yakni keadaan/kondisi jasmani atau rohani peserta
didik.
Yang termasuk faktor
internal ini adalah :
a.
Faktor fisiologis
Keadaan fisik yang sehat dan
segar serta kuat akan menguntungkan dan memberikan hasil belajar yang baik.
Tetapi keadaan fisik yang kurang baik akan berpengaruh pada siswa dalam keadaan
belajarnya.
b.
Faktor psikologis, yaitu :
v
Intelegensi atau IQ
v
Perhatian
v
Minat
v
Motivasi
v
Bakat
2)
Faktor eksternal
Faktor ini merupakan faktor
dari luar peserta didik, yakni kondisi lingkungan sekitar peserta didik,
diantaranya :
a.
Faktor sosial yang terdiri
dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat
b.
Faktor non sosial, yang
meliputi :
v
Keadaan dan letak gedung
sekolah
v
Keadaan dan letak rumah
tempat tinggal keluarga
v
Alat-alat dan sumber belajar
v
Keadaan cuaca dan waktu
belajar yang digunakan siswa
3)
Faktor pendekatan belajar (approach to learning)
Yaitu jenis upaya belajar
peserta didik yang meliputi strategi dan metode yang digunakan peserta didik
dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
5.
Pentingnya Evaluasi Sistem
Sebagai suatu kegiatan yang berlangsung terus menerus,
belajar harus memperlihatkan adanya prestasi yang terukur. Alat, metode, maupun
bentuk pengukuran terhadap prestasi belajar, seperti dilaksanakan sistem
pendidikan nasional kita, terlihat dalam berbagai bentuk. Sedangkan seperti
hasil tes terlihat dalam bentuk buku raport, hasil UAS maupun UAN, dan
sebagainya. Pengukuran prestasi belajar sangat diperlukan untuk melihat atau
melakukan evaluasi, baik terhadap subyek didik yang mengalami proses belajar
maupun sumber belajar.
Evaluasi diperlukan bukan saja untuk meningkatkan
prestasi belajar, peserta didik, namun yang tak kalah pentingnya adalah
memengaruhi pengajar agar dapat memberikan pembelajaran yang positif. Termasuk
dalam hal ini kapasitas, kapabilitas, dan kemampuan guru dalam menyampaikan
materi pelajaran juga penting untuk dievaluasi. Seperti yang terlihat dari
pengertian prestai belajar, prestasi sebagai hasil dari proses belajar tidak
hanya menunjuk salah satu pihak saja, melainkan juga menyangkut semua faktor
yang turut berpengaruh dalam sistem belajar tersebut.
C. Pembelajaran
Kooperatif
Pengajaran
kooperatif (Cooperatif Learning)
memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk
bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar
(Houlobec, 2001).
1.
Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Houlobec (2001) Pengajaran kooperatif (Cooperatif Learning)
memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk
bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar . Sedangkan menurut Abdurrahman dan Bintoro (2000: 78) pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih
asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup
di dalam masyarakat nyata
Menurut Slavin (2000)
pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok,
siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4
sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Sedangkan menurut
Depdiknas (2004) tujuan pertama pembelajaran kooperatif yaitu meningkatkan
hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas
akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang
kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan tujuan
yang kedua, pembelajaran kooperatif member peluang agar siswa dapat menerima
teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar, yang meliputi
perbedaan suku, agama, kemampuan akademik,dan tingkat social. Tujuan penting
yang ketiga adalah untuk mengembangkan ketrampilan social siswa, seperti
berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman
untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja dalam kelompok.
Dari pendapat-pendapat di
atas, maka pengertian Pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan dengan cara mengelompokkan siswa untuk belajar
bersama menyelesaikan tugas-tugas belajar tertentu.
2.
Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Terdapat 6 fase atau langkah
utama dalam pembelajaran kooperatif yaitu :
a.Langkah 1 : Menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa
b.Langkah 2 : Menyajikan
informasi
c.Langkah 3:Mengorganisasikan siswa ke
dalam kelompok- kelompok belajar
d.Langkah 4 : Membantu kerja kelompok
dalam belajar
e.Langkah 5 : Mengetes materi
f.Langkah 6 : Memberi penghargaan
Foyle dan Lyman (1988) mengidentifikasikan
langkah-langkah dasar yang terlibat dalam keberhasilan pelaksanaan kegiatan
pembelajaran kooperatif, yaitu :
1.
Konten yang akan diajarkan
diidentifikasi dan criteria untuk penguasaan ditentukan oleh guru.
2.
Teknik atau pendekatan yang
akan digunakan dan menentukan jumlah kelompok.
3.
Siswa ditugaskan berdasarkan
kelompok.
4.
Pengaturan ruang kelas yang
memfasilitasi interaksi kelompok.
5.
Menyiapkan intsrumen tugas
dan format penilaian.
6.
Menjelaskan tujuan dari
pembelajaran dan menetapkan alokasi waktu yang akan digunakan.
7.
Menyajikan apersepsi
pembelajaran yang sesuai.
8.
Memonitor interaksi siswa
dalam kelompok, memberikan bantuan dan klarifikasi yang diperlukan serta
memfasilitasi pemecahan masalah apabila diperlukan.
9.
Mengevaluasi hasil belajar
siswa. Siswa secara individu harus menunjukkan penguasaan ketrampilan atau
konsep pembelajaran. Evaluasi didasarkan pada pengamatan kinerja siswa atau tanggapan
lisan terhadap pertanyaan.
10.
Kelompok yang berhasil harus
diberi penghargaan, misalnya melalui pujian lisan, pin prestasi terbaik atau
pengakuan tertulis dalam bulletin kelas atau papan pengumuman kelas.
Dari pendapat-pendapat di
atas, maka langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif adalah :
1.
Menyampaikan tujuan
pembelajaran dan memberikan motivasi kepada siswa
2.
Menyajikan informasi
3.
Mengorganisasikan siswa ke
dalam kelompok-kelompok belajar
4.
Membimbing kelompok bekerja
dan belajar
5.
Mengadakan evaluasi kegiatan
pembelajaran
6.
Memberikan penghargaan
Akan tetapi Prof Dr Moh. Nur (
2005:3) menjelaskan lebih lanjut bahwa pembelajaran kooperatif tidak sama
dengan sekedar belajar dalam kelompok, akan tetapi ada tiga konsep yang harus
dipenuhi yaitu :
a. Penghargaan kelompok.
Kelompok-kelompok dalam pembelajaran kooperatif dapat diberi sertifikat
atau penghargaan lainnya apabila kelompok mereka dapat mencapai atau diatas
kriteria yang ditentukan.
b. Tangung jawab individu.
Keberhasilan kelompok bergantung kepada pembelajaran individual dari
seluruh anggota kelompok. Inilah yang mendorong setiap kelompok tersebut saling
mambantu satu sama lain dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok
tersebut siap untuk suatu kuis atau asesmen lain yang akan dikerjakan secara
individual tanpa bantuan dari teman satu kelompoknya.
c. Kesempatan yang sama untuk
berhasil.
Setiap anggota kelompok akan menyumbangkan poin
kepada kelompoknya berdasarkan perbaikan atas kinerja mereka yang lalu. Ini
menjamin bahwa siswa dengan hasil belajar tinggi, rata-tara, dan rendah
sama-sama tertantang untuk melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
3.
Kelebihan Pembelajaran Kooperatif
Menurut Ibrahim,
dkk (2000: 78) bahwa Pembelajaran Kooperatif memiliki
dampak yang positif untuk siswa yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu
memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan.
Cooper (2001) mengungkapkan keuntungan dari metode
pembelajaran kooperatif, antara lain :
1)
Siswa mempunyai tanggung jawab
dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran
2)
Siswa dapat mengembangkan
ketrampilan berpikir tingkat tinggi
3)
Meningkatkan ingatan siswa
4)
Meningkatkan kepuasan siswa
terhadap materi pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif meningkatkan motivasi dapat
mencapai keberhasilan belajar siswa dengan memberikan dukungan sebaya.
Sebagai bagian dari tim belajar, siswa
dapat mencapai keberhasilan melalui bekerja sama dengan orang lain.
Pembelajaran kooperatif juga menunjukkan peningkatan hubungan antara siswa dari
latar belakang etnis yang berbeda.
Dari pendapat-pendapat di
atas, maka kelebihan Pembelajaran Kooperatif adalah siswa mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran
sehingga dapat mengembangkan ketrampilan dan ingatan siswa sehingga mampu
memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan.
Macam-macam
Pembelajaran Kooperatif
Beberapa contoh model pembalajaran kooperatif
antara lain :
-
Student Teams Achievement Divisioans ( STAD)
-
Teams- Games-Turnaments (TGT)
-
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)
-
Jigsaw, dan lain-lain
5. Peran Guru dalam Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif menuntut guru untuk berperan
relatif berbeda dari pembelajaran tradisional. Berbagai peran guru dalam pembelajaran
kooperatif tersebut dpat dikemukan sebagai berikut ini.
a. Merumuskan
tujuan pembelajaran.
Ada dua tujuan pembelajaran yang perlu diperhatikan oleh guru, tujaun
akademik (academic objectives) dan
tujuan keterampilan bekerja sama (collaborative
skill objectives). Tujuan akademik dirumuskan sesuai dengan taraf
perkembangan siswa dan analisis tugas atau analisis konsep. Tujuan keterampilan
bekerja sama meliputi keterampilan memimpin, berkomunikasi, mempercayai orang
lain, dan mengelola konflik.
b.
Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar.
Jumlah anggota dalam tidap kelompok belajar tidak boleh
terlalu besar, biasanya 2 hingga 6 siswa. Ada 3 faktor yang menentukan jumlah
anggota tiap kelompok belajar. Ketiga faktor tersebut adalah: (1) taraf kemampuan
siswa, (2) ketersediaan bahan, dan (3) ketersediaan waktu. Jumlah anggota
kelompok belajar hendaknya kecil agar tiap siswa aktif menjalin kerjasama
menyelesaikan tugas. Ada beberapa pertanyaan yang hendaknya dijawab oleh guru
saat akan menempatkan siswa dalam kelompok.
Keempat
pertanyaan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
1)
Pengelompokkan siswa secara homogen atau heterogen?
Pengelompokkan siswa hendaknya heterogen. Keheterogenan kelompok mencakup jenis
kelamin, ras, agama, (kalau mungkin), tingkat kemampuan (tinggi, sedang,
rendah), dan sebagainya.
2)
Bagaimana menempatkan siswa dalam kelompok?
Ada dua jenis kelompok belajar kooperatif, yaitu (1) yang
berorientasi bukan pada tugas (non-task-orientied),
dan (2) yang berorientasi pada tugas (task
oriented). Kelompok belajar kooperatif yang berorientasi bukan pada tugas
tidak menuntut adanya pembagian tugas untuk tiap anggota kelompok. Kelompok
belajar semacam ini tampak seperti pada saat siswa mengerjakan soal-soal IPA berbentuk prosedur penyelesaian dan
mencocokkan pendapatnya. Kelompok belajar yang berorientasi pada tugas
menekankan adanya pembagian tugas yang jelas bagi semua anggota kelompok.
Kelompok belajar semacam ini tampak seperti pada saat siswa melakukan kunjungan
ke kebun binatang sehinga harus disusun oleh panitia untuk menentukan siapa
yang menjadi ketua, sekretaris, bendahara, seksi transportasi, seksi konsumsi,
dan sebagainya. Siswa yang baru mengenal belajar kooperatif dapat ditempatkan
dalam kelompok belajar yang berorientasi pada tugas, dari jenis tugas yang
sederhana hingga yang kompleks.
3)
Siswa bebas memilih teman atau ditentukan oleh guru.
Kebebasan memilih teman sering menyebabkan kelompok belajar menjadi homogen
sehingga tujuan belajar kooperatif tidak tercapai. Anggota tiap kelompok
belajar hendaknya ditentukan secara acak oleh guru.
Ada
3 teknik untuk menentukan anggota kelompok secara acak yang dapat digunakan
oleh guru. Ketiga
teknik tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
a)
Berdasarkan
metode sosiometri. Melalui metode sosiometri guru dapat menentukan siswa yang
tergolong disukai oleh banyak teman (bintang kelas) hingga yang paling tidak
disukai atau tidak memiliki teman (terisolasi). Berdasarkan metode sosiometri
tersebut guru menyusun kelompok-kelompok belajar yang di dalam tiap kelompok
ada siswa yang tergolong banyak teman, yang tergolong biasa, dan yang
terisolasi.
b)
Berdasarkan
kesamaan nomor. Jika jumlah siswa dalam kelas terdiri atas 30 siswa dan guru
ingin membentuk 10 kelompok belajar yang dari 1 hingga 10. Selanjutnya, para
siswa yang bernomorsama dikelompokkan sehingga terbentuklah 10 kelompok siswa
dengan masing-masing beranggotakan 3 orang siswa yang memiliki karakteristik
heterogen.
c)
Menggunakan
teknik acak berstrata. Para siswa dalam kelas lebih dahulu dikelompokkan secara
homogen atas dasar jenis kelamin dan atas dasar kemampuannya (tinggi, sedang,
rendah), dan sebagainya. Setelah itu, secara acak siswa diambil dari kelompok
homogen tersebut dan dimasukkan ke dalam sejumlah kelompok-kelompok belajar yang
heterogen.
c.
Menentukan tempat duduk siswa.
Tempat duduk siswa hendaknya disusun agar tiap kelompok dapat saling
bertatap muka tetapi cukup terpisah antara kelompok yang satu dengan kelompok
lainnya. Susunan tempat duduk dapat dalam bentuk lingkaran atau berhadap-hadapan.
d. Merancang
bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Cara menyusun bahan
ajar dan penggunaannya dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat menetukan tidak
hanya efektivitas pencapaian tujuan belajar siswa. Bahan ajar hendaknya
dibagikan kepada semua siswa agar mereka dapat berpartissi dalam pencapaian
tujaun pembelajaran yang telah ditetapkan. Jika kelompok belajar telah memiliki
cukup pengalaman, guru tidak perlu membagikan bahan ajar dengan berbagai
petunjuk khusus. Jika kelompok belajar belum banyak pengalaman atau masih baru,
guru perlu memberi tahu para siswa bahwa mereka harus bekerja sama, bukan
bekerja sendiri-sendiri.
Ada 3 macam cara untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Ketiga
macam cara tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
1)
Saling ketergantungan bahan. Tiap kelompok hanya diberi
satu bahan ajar dan kelompok harus bekerja sama untuk mempelajarinya.
2)
Saling ketergantungan informasi. Tiap anggota kelompok
diberi bahan ajar yang berbeda untuk selanjutnya disatukan untuk disintesiskan.
Bahan ajar juga dapat disajikan dalam bentuk “Jigsaw puzzle” sehingga dengan
demikian tiap siswa memiliki bagian dari bahan yang diperlukan untuk melengkapi
atau menyelesaikan tugas.
3)
Saling ketergantungan menghadapi lawan dari luar. Bahan
ajar disusun dalam suatu bentuk pertandingan antar kelompok yang memiliki
kekuatan keseimbangan sebagai dasar untuk meningkatkan saling ketergantungan
positif antar anggota kelompok. Keseimbangan kekuatan antar kelompok pelu
diperhatikan Karena pertanding antar kelompok yang memiliki kekuatan seimbang
atau memiliki peluang untuk kalah atau menang yang sama dapat meningkatkan
motivasi belajar.
Menentukan peran siswa untuk menunjang saling
ketergantungan positif. Saling ketergantungan positif dapat diciptakan melalui
pembagian tugas kepada tiap anggota kelompok dan mereka bekerja untuk saling
melengkapi. Dalam mata pelajaran IPA misalnya, seorang anggota kelompok diberi
tugas sebagai peneliti, yaig lainnya sebagai penyimpul, yang lainnya lagi
sebagai penulis, yang lainya lagi sebagai pemberi semangat, dan ada pula yang
menjadi pengawas terjalinnya kerja sama. Penugasan untuk memerankan suatu
fungsi semacam itu merupakan metode yang efektif untuk melatih keterampilan
menjalin kerja sama.
e. Menjelaskan tugas akademik.
Ada beberapa aspek yang perlu disadari oleh para guru
dalam menjelaskan tugas akademik kepada para siswa. Beberapa aspek tersebut dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1)
Menyusun tugas sehingga siswa menjadi jelas mengenai
tugas tersebut. Kejelasan tugas sangat penting bagi para siswa karena dapat
menghindarkan mereka dari frustasi atau kebingungan. Dalam pembelajaran
kooperatif siswa yang tidak dapat memahami tugasnya dapat bertanya kepada
kelompoknya sebelum bertanya kepada guru.
2)
Menjelaskan tujuan belajar dan mengaitkannya dengan
pengalaman siswa di masa lampau.
3)
Menjelaskan berbagai konsep atau pengertian atau istilah,
prosedur yang harus diikuti atau pengertian contoh kepada para siswa.
4)
Mengajukan berbagai pertanyaan khusus untuk mengetahui
pemahaman para siswa mengenai tugas mereka.
f. Menjelaskan
kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja sama.
Menjelaskan tujuan dan keharusan bekerja sama kepada para
siswa dilakukan dengan contoh sebagai berikut :
1) Meminta
kepada kelompok untuk menghasilkan suatu karya atau produk tertentu. Jika karya
kelompok berupa laporan, tiap anggota kelompok harus menandatangani laporan
tersebut sebagai tanda bahwa ia setuju dengan isi laporan kelompok dan dapat
menjelaskan alasan isi laporan tersebut.
2) Menyediakan
hadiah bagi kelompok. Pemberian hadiah merupakan salah satu cara untuk
mendorong kelompok menjalin kerja sama sehingga terjalin pula rasa kebersamaan
antar anggota kelompok. Semua anggota kelompok harus saling membantu agar
masing-masing memperoleh skor hasil belajar yang optimal karena keberhasilan
kelompok ditentukan oleh keberhasilan tiap anggota.
g.
Menyusun akuntabilitas individual.
Suatu kelompok belajar tidak dapat dikatakan benar-benar kooperatif jika
memperbolehkan adanya anggota kelompk yang mengerjakan seluruh pekerjan. Suatu
kelompok belajar juga tidak dapat dikatakan benar-benar kooperatif jika
memperbolehkan adanya anggota yang tidak melakukan apa pun demi kelompok. Untuk
menjamin agar seluruh anggota kelompok benar-benar menjalin kerja sama dan agar
kelompok mengetahui adanya anggota kelompok yang memerlukan bantuan atau
dorongan, guru harus sering melakukan pengukuran untuk mengetahui taraf
penguasaan tiap siswa terhadap materi pelajaran yang sedang dipelajari.
h.
Menyusun kerja sama antar kelompok.
Hasil positif yang ditemukan dalam suatu kelompok belajar kooperatif dapat
diperluas ke seluruh kelas dengan menciptakan kerja sama antar kelompok. Nilai
tambahan dapat diberikan jika seluruh siswa di dalam kelas meraih standar mutu
yang tinggi. Jika suatu kelomok telah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik,
para anggotanya dapat diminta untuk membantu kelompok-kelompok lain yang belum
selesai. Upaya semacam ini memungkinkan terciptanya suasana kehidupan kelas
yang sehat, yang memungkinkan semua potensi siswa bekembang optimal dan
terintegrasi.
i. Menjelaskan
kriteria keberhasilan.
Penilaian
dalam pembelajaran kooperatif bertolak dari penilaian acuan patokan (criterion referenced). Pada awal
kegiatan belajar guru hendaknya menerangkan secara jelas kepada siswa mengenai
bagaimana pekerjaan mereka akan dinilai.
j. Menjelaskan
perilaku siswa yang diharapkan.
Perkataan kerja sama atau gotong royong sering memiliki konotasi dan
penggunaan yang bermacam-macam. Oleh karena itu, guru perlu mendifinisikan
perkataan kerja sama tersebut secara operasional dalam bentuk berbagai perilaku
tersebut antara lain dapat dikemukakan dengan kata-kata seperti “Tetaplah
berada dalam kelompokmu”, “Berbicaralah pelan-pelan”, Berbicaralah menurut
giliran,” dan sebagainya.
Jika kelompok mulai berfungsi secara efektif, perilaku
yang diharapkan dapat mencakup hal-hal sebagai berikut:
1)
Tiap anggota kelompok menjelaskan bagaimana memperoleh
jawaban.
2)
Meminta kepada tiap anggota kelompok untuk mengaitkan
pelajaran baru dengan yang telah dipelajari sebelumnya.
3)
Memeriksa untuk meyakinkan bahwa semua anggota kelompok
memahami bahan yang dipelajari dan menyetujui jawaban-jawabannya.
4)
Mendorong semua anggota kelompok agar berpartisipasi
dalam menyelesaikan tugas.
5)
Memperhatikan dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang
dikatakan oleh anggota lain.
6)
Jangan mengubah pikiran karena berbeda dari pikiran
anggota lain tanpa penjelasan yang logis.
7)
Memberikan kritik kepada ide, bukan kepada pribadi.
k. Memantau
perilaku siswa.
Setelah semua kelompok mulai bekerja, guru harus menggunakan sebagian besar
waktunya untuk memantau kegiatan siswa. Tujuan pemantauan, guru harus
menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk menyelesaikan
tugas, menjawab pertanyaan, dan mengajarkan keterampilan menyelesaikan tugas
kalau perlu.
l. Memberikan
bantuan kepada siswa dalam menyelesaian tugas.
Pada saat melakukan pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang
prosedur atau strategi untuk menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan
mengajarkan keterampilan menyelesaikan tugas kalau perlu.
m. Melakukan intervensi untuk mengajarkan keterampilan
bekerja sama. Pada saat memantau kelompok-kelompok yang sedang belajar, guru
kadang-kadang menemukan siswa yang tidak memiliki keterampilan untuk menjalin
kerja sama yang cukup dan adanya kelompok yang memiliki masalah dalam menjalin
kerja sama. Dalam kondisi semacam itu, guru perlu memberikan nasihat agar siswa
dapat bekerja efektif.
n.
Menutup pelajaran.
Pada saat pelajara berakhir, guru perlu meringkas pokok-pokok pelajaran,
meminta kepada siswa untuk mengemukakan ide atau contoh, dan menjawab
pertanyaan dan hasil belajar mereka.
o. Menilai
kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa.
Guru menilai kualitas pekerjaan atau
hasil belajar para siswa berdasarkan penilaian acuan patokan. Para anggota
kelompok hendaknya juga diminta untuk memberikan umpan balik mengenai kualitas
pekerjaan dan hasil belajar mereka.
p. Menilai
kualitas kerja sama antar anggota kelompok.
Meskipun waktu belajar di kelas terbatas, diperlukan waktu untuk berdiskusi
dengan para siswa untuk membahas kualitas kerja sama antar anggota kelompok
pada hari itu. Pembicaraan dengan para siswa dilakukan untuk mengetahui apa
yang telah dilakukan dengan baik dan apa yang masih perlu ditingkatkan pada
hari berikutnya.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah model pembelajaran yang perlu diterapkan dan dikembangkan karena
memiliki banyak kelebihan. Oleh karena itu model pembelajaran yang dipilih
dalam penelitian ini adalah pembelajaran
D. Kerangka Berpikir
Permainan Rumah Perkalian merupakan suatu cara pengajaran dengan
menggunakan media permainan yang dikaitkan dengan tema pembelajaran pada siswa
kelas IIa. Pada materi melakukan
perkalian mata pelajaran Matematika
kelas II semester 2 melalui penggunaan permainan rumah
perkalian ini diharapkan dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa sebagaimana keunggulan dari media yang memiliki pengaruh yang besar terhadap pemahaman yang
lebih baik pada diri siswa sehingga mampu memberikan
peningkatan hasil belajar yang signifikan. Di samping itu penggunaan permainan rumah
perkalian ini juga
mampu membangkitkan dan membawa siswa ke dalam suasana rasa senang dan gembira,
di mana keterlibatan emosional dan mental akan berpengaruh terhadap semangat
mereka belajar dan kondisi pembelajaran akan lebih hidup. Kesemuanya terhadap
materi ajar dan pelaksanaan pembelajaran dengan PAKEM (Pembelajaran yang Aktif,
Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) dapat terlaksana.
E. Hipotesis Tindakan
Dari
kajian teori di atas dikemukakan hipotesis tindakan sebagai berikut:
Jika menggunakan Permainan
Rumah Perkalian maka prestasi
belajar siswa dalam pembelajaran mata pelajaran Matematika
materi perkalian Kelas IIa SDN Dabasah 1 Bondowoso akan meningkat.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian
ini merupakan penelitian tindakan (action
research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah
pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif,
sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan
bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.
Dalam penelitian
tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, penanggung jawab penuh
penelitian ini adalah guru. Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah
untuk meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh
terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan
refleksi.
Dalam
penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun, kehadiran peneliti
sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa,
sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan
data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan.
A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian
1.
Tempat Penelitian
Tempat
penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk
memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di Kelas IIa (dua-A) SD Negeri Dabasah 1 Kecamatan Bondowoso
Kabupaten Bondowoso tahun pelajaran 2011-2012 di Jalan Ahmad Yani Nomor 01 Kelurahan Dabasah.
2.
Waktu Penelitian
Waktu
penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini
dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari-Maret 2012
semester genap tahun pelajaran 2011-2012.
Tabel
3.1.Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No
|
Kegiatan
|
Bulan
|
||
Jan
|
Febr
|
Mart
|
||
1.
|
Penyusunan proposal
|
X
|
|
|
2.
|
Perencanaan penelitian,
menyusun instrumen siklus kesatu
|
X
|
|
|
3.
|
Pelaksanaan tindakan
dan observasi siklus kesatu
|
|
X
|
|
4.
|
Analisis data dan
Refleksi hasil siklus kesatu dan perencanaan siklus kedua
|
|
X
|
|
5.
|
Pelaksanaan tindakan
dan observasi siklus kedua
|
|
X
|
|
6.
|
Penyusunan laporan
|
|
|
X
|
3. Subyek
Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas IIa (dua-A) SD
Negeri Dabasah 1 Kecamatan Bondowoso Kabupaten Bondowoso tahun pelajaran 2011-2012
sebanyak 43 orang yang terdiri dari 21 orang siswa
laki-laki dan 22 orang siswa perempuan.
Kolaborator sebagai mitra kerja dalam Penelitian Tindakan
Kelas ini adalah guru kelas lainnya yang juga mengajar di kelas awal (kelas dua),
yaitu :
1. Dinah Sukowati, S.Pd
2. Sustin Kurniati, S.Pd.SD
B. Setting Penelitian
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang
bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan
kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam
melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan
yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran
tersebut dilakukan.
Sedangkah
menurut Muhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat
sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi
pembelajaran yang dilakukan.
Adapun
tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan pratek pembelajaran
secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan
budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5).
Sesuai
dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka
penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart
(dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke
siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan),
observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada
siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan,
dan refleksi. Sebelum masuk pada
siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.
- Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.
- Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya penggunaan permainan model monopoli.
- Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.
- Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
Observasi
dibagi dalam dua
putaran, yaitu putaran 1 dan 2,
dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan
membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir
masing putaran.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari:
1.
Silabus
Yaitu
seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan
kelas, serta penilaian hasil belajar. Silabus yang peneliti gunakan adalah
silabus Tematik Kelas IIa
Semester 2.
2.
Rencana Pelaksanaan Pelajaran (RPP)
Yaitu
merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam
mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RPP berisi kompetensi
dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan
kegiatan belajar mengajar.
3.
Tes formatif
-
Tes
ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk
mengukur prestasi belajar mata pelajaran Matematika pada Tema Peristiwa dengan Materi Pokok tentang Perkalian. Tes formatif ini
diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah isian.
Adapun instrumen penelitian yang disusun
adalah:
1. Instrumen observasi
pembelajaran untuk memperoleh data keterlaksanaan pembelajaran dengan
menggunakan permainan Rumah Perkalian.
2. Instrumen tes formatif siswa
untuk memperoleh data prestasi belajar materi perkalian
mata pelajaran Matematika.
D. Metode Pengumpulan Data
Data-data
yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan belajar
aktif dan tes formatif.
E. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui keefektifan suatu
metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian
ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode
penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data
yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai
siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta
aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Untuk
menganalisa tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah
proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan
evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.
Analisis data dilakukan setelah pelaksanaan tindakan
pada setiap siklus yang direncanakan. Data yang akan dicatat untuk dianalisis
adalah :
1. Data
hasil pengamatan saat pembelajaran melalui penggunaan permainan rumah
perkalian dan data prestasi belajar siswa .
Data prestasi belaja rmateri perkalian
dianalisis dengan analisis kuantitatif deskriptif
dengan cara mencari persentase
2. Data
keterlaksanaan pembelajaran melalui penggunaan permainan rumah
perkalian dianalisis dengan analisis kualitatif model
interaktif.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistic sederhana yaitu:
1. Untuk
menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh
siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut
sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
Dengan :
= Nilai rata-rata
Σ X = Jumlah semua nilai siswa
Σ N
= Jumlah siswa
2. Untuk
ketuntasan belajar
Ada
dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal.
Berdasarkan petunjuk
pelaksanaan belajar mengajar, seorang
siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan
kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah
mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65. Dalam
penelitian ini ketuntasan belajar yang diharapkan pada materi perkalian adalah
70. Untuk
menghitung prosentase ketuntasan belajar menggunakan rumus
:
T = Siswa Tuntas
x 100%
Jumlah Siswa
2. Untuk
proses belajar
Dalam penilaian proses belajar menggunakan format
pengamatan kegiatan belajar siswa dalam diskusi kelompok dan demonstrasi/permainan.
F. Indikator
Keberhasilan
Berdasarkan
hipotesis tindakan bahwa melalui penggunaan permainan
Rumah Perkalian dapat meningkatkan prestasi
belajar dalam pembelajaran mata pelajaran Matematika
siswa kelas IIa semester 2 SD Negeri Dabasah
1 Kecamatan Bondowoso Tahun Pelajaran 2011/2012 maka indikator keberhasilan penelitian ini adalah
“jika pada tes formatif siswa mencapai nilai 70 atau >70 dengan
ketuntasan klasikal mencapai 85%”.
Jika indikator keberhasilan penelitian
belum tercapai, penelitian dilanjutkan ke siklus 2 dengan mencari akar
permasalahan dalam siklus 1. Masalah tersebut menjadi
dasar perencanaan pada siklus 2 dengan mencari alternative pemecahannya.
G.
Prosedur Penelitian
1. Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri
dari rencana pelajaran 1, soal tes formatif 1 dan
alat-alat pengajaran yang mendukung.
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan mulai tanggal 06 Februari 2012 di Kelas IIa dengan
jumlah siswa 43
siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar
mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pada
pelaksanaan siklus 1 terdiri dari kali pertemuan yaitu pada tanggal 06 dan 08
Februari 2012.
Pada akhir proses belajar mengajar pertemuan kedua siswa diberi tes formatif 1 dengan tujuan untuk mengetahui prestasi
belajar siswa
dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan.
3.
Pengamatan Tindakan
Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar
mengajar
4.
Refleksi Tindakan
§ Menganalisis
data hasil tes formatif siswa dan data hasil pengamatan
pembelajaran guru dan siswa
§ Mengidentifikasi
dan mengelompokkan masalah yang timbul dalam pembelajaran
§ Membandingkan
analisis data dengan indikator keberhasilan penelitian.
§ Menyimpulkan
hasil siklus dan melaksanakan tindak lanjut.
§ Apabila
dalam siklus 1 tidak tercapai indikator keberhasilan penelitian maka kegiatan
dilanjutkan dengan siklus 2.
BAB
IV
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data
lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan pengelolaan
belajar yang digunakan untuk mengetahui pengaruh menggunakan permainan rumah
perkalian dalam meningkatkan prestasi belajar siswa tentang perkalian dan
data pengamatan aktivitas siswa dan guru.
Data tes formatif untuk mengetahui
peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan belajar melalui
penggunaan permainan rumah perkalian.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas sehingga rancangan
penelitian ini berupa siklus yang secara garis besar terdiri dari empat bagian,
yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Masing-masing siklus dalam penelitian ini terdiri dari 2 pertemuan kegiatan
belajar mengajar.
A. Deskripsi Kondisi Awal
Sesuai dengan jadwal penelitian yang telah disusun maka kegiatan penelitian
siklus 1 dimulai pada awal bulan Februari 2012, pada akhir bulan Januari 2012
kegiatan masih berupa perencanaan penelitian dan
menyusun instrumen kegiatan siklus kesatu.
Dalam pelaksanaan pembelajaran pra siklus siswa mulai diajarkan konsep
perkalian dengan cara mengumpulkan kerikil yang ada di halaman sekolah kemudian
melakukan penjumlahan berulang menggunakan kerikil serta manik-manik yang
disiapkan guru.
Pada kegiatan pra siklus pertemuan kedua guru mencoba memberikan tes lisan
tentang materi konsep perkalian yang telah diberikan. Dari hasil tes ternyata
hanya 40% siswa yang tuntas belajar dengan nilai 70 atau >70.
Berdasarkan hasil tersebut maka sangatlah perlu tindakan siklus 1 segera
dilaksanakan.
B. Deskripsi dan Hasil Penelitian Siklus 1
a. Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri
dari silabus mata pelajaran Matematika (Tematik), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar
Observasi Guru Kolaborator. Alat peraga atau media pembelajaran berupa
permainan rumah monopoli, file permainan multiplication puzzle, lembar soal formatif dan lembar jawaban siswa
serta peralatan lain yang mendukung kegiatan pembelajaran.
Materi yang dibahas pada siklus ini adalah perkalian sebagai penjumlahan
berulang (pada RPP kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan adalah
pertemuan pertama dan pertemuan ketiga).
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan siklus pertama untuk pertemuan pertama dilaksanakan
pada hari Senin tanggal 06 Pebruari 2012 di kelas IIa dengan jumlah siswa sebanyak 43
orang.
Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Proses pembelajaran mengacu
pada RPP yang telah dipersiapkan. Tindakan yang dilaksanakan pada pertemuan
pertama siklus 1 ini adalah :
1.
Mengajak
siswa untuk menghafalkan kembali perkalian 1 sampai 5 (pada
pertemuan pertama) dan perkalian 6 sampai 9 (pada pertemuan kedua) dan tanya
jawab pada masing-masing individu.
2.
Siswa
secara individu
(hanya 1 sampai 2 orang ) mencoba melakukan
permainan puzzle perkalian menggunakan laptop dan LCD
projector.
3.
Melakukan pembagian kelompok dan
pemilihan juri dalam kelompok berdasarkan kemampuan siswa.
4.
Siswa
secara berkelompok melakukan permainan rumah perkalian sesuai
dengan aturan permainan yang telah dijelaskan oleh guru.
5.
Memilih pemenang permainan dari
masing-masing kelompok.
Pada siklus 1
pertemuan kedua (dalam
RPP pertemuan ketiga) siswa melakukan permainan puzzle perkalian menggunakan
laptop dan LCD projector dan diadakan ulangan harian (formatif) di akhir pertemuan
untuk mengetahui daya serap siswa setelah mengikuti pembelajaran.
c. Hasil Pengamatan Siklus 1
Pengamatan yang dilakukan pada siswa kelas IIa SD Negeri Dabasah 1
pada saat pelaksanaan tindakan bertujuan untuk mengamati perubahan tingkah laku
siswa selama pembelajaran tematik khusus mata pelajaran Matematika dengan
menggunakan permainan rumah perkalian, yang meliputi memperhatikan
penjelasan guru, melaksanakan permainan rumah
perkalian sesuai petunjuk, mengerjakan
LKS dan evaluasi bersama serta mengambil kesimpulan. Aktivitas
siswa yang paling dominan adalah kegiatan diskusi kelompok dalam
permainan rumah perkalian yaitu 26,7% dan
mengerjakan LKS sesuai petunjuk sebesar 23,3%. Aktivitas lain yang
juga cukup besar adalah memperhatikan penjelasan guru dan melaksanakan
permaainan sesuai petunjuk yang masing-masing sebesar 20%.
Sedangkan aktivitas mengambil kesimpulan pembelajaran hanya sebesar 16,6%.
Hasil
pengamatan pembelajaran oleh kolaborator terhadap aktivitas guru dan siswa pada
siklus 1 menunjukkan bahwa aktivitas guru yang paling dominan adalah kegiatan
apersepsi, penguasaan terhadap materi pembelajaran, penggunaan media secara
efektif dan efisien, melibatkan siswa dalam pemanfaatan media, menumbuhkan
partisipasi aktif siswa, menumbuhkan keceriaan dan antusias siswa serta dalam
penggunaan bahasa lisan dan tulis secara jelas, baik dan benar sebanyak
8,7% . Aktivitas lain yang cukup adalah pelaksanaan
pembelajaran secara runtut yaitu 7,6%. Sedangkan pengusaan kelas, pelaksanaan
pembelajaran sesuai alokasi waktu masing-masing sebesar 6,5% dan
kegiatan refleksi dengan melibatkan siswa hanya 4,3%.
Pada
siklus 1 diadakan ulangan harian (formatif) untuk mengetahui
daya serap siswa setelah mengikuti pembelajaran pada pertemuan kedua. Hasil
ulangan harian pada siklus ini terlihat pada tabel sebagai berikut :
No
|
Uraian
|
Hasil Siklus I
|
1
2
3
4
|
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas
belajar
Jumlah siswa yang tidak tuntas
belajar
Persentase ketuntasan belajar
|
69,53
26
17
60,47
|
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa melalui penggunaan permainan rumah
perkalian diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 69,53 dan
ketuntasan belajar mencapai 60,47% atau ada 26 siswa dari 43
siswa yang tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama
secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai
≥ 65 hanya sebesar 60,47% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki
yaitu sebesar 85%.
Nilai rata-rata ulangan yang mencapai 69,53 masih menunjukkan hasil yang kurang karena masih berada
di bawah KKM yaitu 70.
Berdasarkan
data nilai ulangan harian (formatif) siswa di atas maka prosentase ketuntasan
belajar secara klasikal tidak mencapai indikator ketuntasan yang ditetapkan
sehingga penelitian ini belum berhasil. Karena itu peneliti
mempertimbangkan untuk melanjutkan penelitian pada siklus kedua.
d. Refleksi
Berdasarkan pendapat/komentar kolaborator pada pembelajaran siklus yaitu:
a)
Masih ada siswa yang tidak memerhatikan
penjelasan guru sehingga tidak dapat melaksanakan permainan dengan benar.
b)
Siswa masih takut menggunakan laptop.
c)
Pembelajaran cukup menarik, namun masih
banyak siswa yang kurang memahami petunjuk permainan.
d)
Siswa sudah cukup antusias, namun perlu
menumbuhkan keberanian dalam menggunakan laptop.
Sedangkan menurut Sukayati (2003:14) bahwa permainan dalam pembelajaran
matematika di sekolah memerlukan strategi :
a.
Mengidentifikasi
topik-topik yang memerlukan pembinaan keterampilan
khusus, misalnya fakta dasar penjumlahan /atau perkalian.
b.
Menentukan
tujuan pembelajaran secara jelas.
c.
Merencanakan
kegiatan seraca rinci seperti bentuk permainan, sarana, dan evaluasi.
Supaya
penggunaan alat peraga atau media dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka
guru harus menggunakannya semaksimal mungkin. Meskipun dengan benda yang
sederhana, asalkan guru dapat menggunakannya dengan tepat, maka materi yang
diberikan kepada siswa akan dapat diterima dengan jelas.
Sehingga berdasarkan hasil pelaksanaan pembelajaran siklus satu maka
diharapkan guru dapat memberikan arahan yang jelas dalam penggunaan permainan
rumah perkalian agar siswa dapat melakukan permainan dengan tepat.
Dalam pembelajaran pada siklus pertama ini diperoleh informasi dari hasil
pengamatan / observasi sebagai berikut :
1) Dalam kegiatan apersepsi, guru sudah cukup mempersiapkan
mental siswa untuk belajar melalui kegiatan menyanyikan perkalian dan alat bantu
yang menarik dan ada di sekitar siswa.
2) Pemanfaatan
media permainan rumah perkalian dan multiplication puzzle cukup
menarik sehingga siswa antusias untuk melakukan permainan.
3)
Masih ada siswa yang kurang memperhatikan
petunjuk guru dalam melakukan permainan rumah perkalian sehingga beberapa
kelompok tidak dapat menyelesaikan permainan tepat waktu dan tidak sesuai
dengan aturan permainan, terutama dalam menentukan penenang permainan (dalam
mewarnai petak permainan rumah perkalian.
4) Guru
masih kurang dalam pengorganisasian alokasi waktu dan pemerataan kesempatan
membantu tiap kelompok.
5) Kemampuan
siswa dalam menyimpulkan materi pembelajaran secara mandiri perlu ditingkatkan.
e. Revisi
Berdasarkan hasil informasi dari pengamatan/observasi di atas ternyata pada
pembelajaran siklus pertama masih banyak terdapat kekurangan sehingga perlu
adanya revisi untuk dilakukan pada siklus kedua, antara lain :
1) Guru
perlu memberikan penekanan pada penjelasan tentang aturan permainan rumah
perkalian.
2)
Guru
sebaiknya melakukan pemerataan kesempatan dalam membantu
kelompok permainan.
3) Guru
perlu mendistribusikan penggunaan waktu secara baik sesuai dengan alokasi waktu
yang direncanakan dalam RPP.
4) Guru
sebaiknya mengarahkan siswa dalam membuat kesimpulan yang sesuai dengan materi
yang dipelajari.
5) Soal-soal
yang dijawab siswa dengan prosentase rendah perlu mendapatkan penekanan dan
dibahas kembali pada pertemuan berikutnya.
C. Deskripsi dan Hasil Penelitian Siklus 2
a. Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri
dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sesuai dengan jadwal, Lembar
Observasi Guru Kolaborator. Media pembelajaran berupa permainan rumah
perkalian dan multiplication puzzle, lembar kerja kelompok maupun
individu, lembar soal formatif serta peralatan lain yang mendukung kegiatan
pembelajaran.
Materi yang dibahas pada siklus ini adalah perkalian (pada RPP
kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan adalah pertemuan pertama dan ketiga).
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus kedua pertemuan pertama dilaksanakan
pada hari Senin tanggal 13 Pebruari 2012 dan pertemuan ketiga hari Rabu tanggal 15
Pebruari 2012. Pelaksanaan pembelajaran tetap dilaksanakan
di kelas IIa dengan jumlah siswa 43 orang .
Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses pembelajaran
mengacu pada rencana pembelajaran yang telah disusun dengan memperhatikan
refleksi pada siklus pertama, sehingga kekurangan pada siklus pertama tidak
terulang lagi pada siklus kedua.
Tindakan yang dilaksanakan pada siklus kedua ini adalah :
1.
Mengajak
siswa untuk menghafalkan kembali perkalian 1 sampai 10 dengan
cepat secara klasikal dan tanya jawab pada masing-masing individu.
2.
Siswa
secara individu
melakukan permainan puzzle perkalian
menggunakan laptop dan LCD projector.
3.
Melakukan pembagian kelompok dan
pemilihan juri dalam kelompok berdasarkan kemampuan siswa.
4.
Siswa
secara berkelompok melakukan permainan rumah perkalian sesuai
dengan aturan permainan yang telah dijelaskan oleh guru.
5.
Memilih pemenang permainan dari
masing-masing kelompok.
Seperti siklus pertama pada siklus kedua juga diadakan ulangan harian
(formatif) di akhir pertemuan ketiga untuk mengetahui daya serap siswa setelah mengikuti
pembelajaran pada pertemuan pertama dan ketiga ini.
c. Pengamatan / Observasi
Pengamatan atau observasi yang dilakukan guru kolaborator sama seperti pada
siklus pertama yaitu mengamati pelaksanaan pembelajaran melalui penggunaan
media permainan rumah perkalian yang meliputi kegiatan guru dan
kegiatan siswa.
Aktivitas guru dalam pembelajaran secara keseluruhan cukup merata,
dari 13 komponen pengamatan aktivitas guru terdapat 7 komponen
yang cukup besar prosentasenya yaitu 8,3% yang meliputi penguasaan materi pembelajaran, pelaksanaan
pembelajaran yang runtut, sesuai dengan alokasi waktu, penggunaan media yang
efisien, melibatkan siswa dalam penggunaan media, menumbuhkan partisipasi
siswa, serta menumbuhkan keceriaan dan antusiasme siswa. Kegiatan
apersepsi dan penggunaan bahasa tulis/lisan memperoleh prosentase masing-masing
sebesar 7, 5 %. Penyampaian materi sesuai karakteristik siswa, penguasaan kelas
dan pelaksanaan penilaian hanya sebesar 6,6%. Sedangkan prosentase paling kecil
yaitu 5,8% ada pada komponen pelaksanaan refleksi dengan melibatkan
siswa.
Aktivitas siswa yang paling dominan adalah melaksanakan permainan sesuai
petunjuk yaitu sebesar 22,7%. Aktivitas yang juga memiliki prosentase cukup besar
adalah memperhatikan penjelasan guru, mengerjakan lembar kerja sesuai petunjuk
dan pelaksanaan diskusi yang masing-masing sebesar 20,5% sedangkan mengambil
kesimpulan pembelajaran hanya 15,9%.
Pengumpulan data diperoleh dari hasil ulangan harian (formatif) siswa pada
akhir pembelajaran untuk mengetahui daya serap siswa setelah mengikuti
pembelajaran.
Hasil ulangan harian pada siklus ini terlihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel
4.2.
Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II
No
|
Uraian
|
Hasil Siklus I
|
1
2
3
4
|
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas
belajar
Jumlah siswa yang tidak tuntas
belajar
Persentase ketuntasan belajar
|
81,40
38
5
88,37
|
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa melalui penggunaan permainan rumah
perkalian diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 81,40 dan
ketuntasan belajar mencapai 88,37% atau ada 38 siswa dari 43
siswa yang tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus kedua
secara klasikal siswa tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 telah sebesar 88,37% lebih besar dari persentase ketuntasan yang dikehendaki
yaitu sebesar 85%.
Dengan meningkatnya prosentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal
yang melebihi indikator keberhasilan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa target keberhasilan prestasi sudah tercapai, karena itu
penelitian dihentikan sampai siklus kedua.
Peningkatan prestasi belajar ini disebabkan karena siswa benar-benar
memahami materi yang diajarkan. Pembelajaran menggunakan media permainan rumah
perkalian ternyata cukup membantu siswa dalam memahami materi
pembelajaran tentang perkalian, di samping juga data atau fakta yang diperoleh dengan
penemuan sendiri dalam proses pembelajaran.
d. Refleksi
Pendapat/komentar kolaborator pada pembelajaran siklus II yaitu:
a) Kegiatan
pembelajaran cukup menyenangkan
b) Siswa
sangat antusias dalam permainan rumah perkalian maupun menghitung perkalian
dalam permainan menggunakan laptop.
c) Materi
dapat dipahami dengan mudah.
d) Siswa
dapat melakukan permainan sesuai petunjuk.
e) Antusias
sudah nampak dalam permainan perkalian dan penggunaan laptop.
Sehingga berdasarkan uraian di atas bahwa penggunaan permainan dalam
pembelajaran suklus II memegang peranan penting dalam proses pembelajaran
karena siswa lebih aktif, mandiri dan tercipta interaksi positif dalam kegiatan
tersebut.
Pada tahap ini telah dikaji apa yang sudah
terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar
mengajar dengan penggunaan media permainan rumah perkalian.
Dari data-data yang diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Selama
proses belajar mengajar, guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan
baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi prosentase pelaksanaannya
untuk masing-masing aspek cukup besar.
2) Berdasarkan
data hasil pengamatan dapat diketahui bahwa siswa sangat aktif dan cukup
antusias selama proses belajar mengajar berlangsung.
3) Keceriaan
siswa dalam melakukan permainan rumah perkalian dan keberanian dalam
melakukan permaianan multiplication puzzle yang menggunakan sarana LCD dan
laptop menunjukkan terlaksananya pembelajaran PAKEM sehingga
siswa semakin antusias belajar sesuai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
4) Kekurangan
pada siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga
menjadi lebih baik.
5) Hasil
belajar siswa pada siklus kedua mencapai ketuntasan.
Pada siklus kedua guru telah menerapkan penggunaan media permainan rumah
perkalian dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil
belajar siswa, pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik.
Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan
untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang
telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar yang lain
melalui penggunaan media permainan rumah perkalian dapat meningkatkan proses
belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal.
Hal ini seiring dengan pendapat
Latuheru
dalam Devid (2008:6), menyatakan bahwa media
pembelajaran adalah bahan, alat, atau teknik yang digunakan dalam kegiatan
belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara
guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya guna. Pada bagian lain,
Encyclopedia of Educational Research (Oemar Hamalik) dalam
Yahya (2008:27) menyatakan bahwa manfaat media pendidikan diantaranya: (1) Meletakkan dasar-dasar
yang Konkret untuk berpikir dan oleh karena itu mengulangi verbalisme. (2)
Memperbesar perhatian para siswa. (3) Memberikan pengalaman yang nyata
menimbulkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan siswa. Hal ini membuktikan bahwa ada relevansi kuat
antara hasil penelitian secara empiris dengan pendapat ahli.
D. Pembahasan
Setelah semua kegiatan dilaksanakan pada siklus pertama dan siklus kedua,
maka diperoleh hasil bahwa proses pembelajaran pada kegiatan siklus pertama
yang membahas tentang perkalian, masih banyak mengalami kendala dan masalah. Hal ini
menyangkut kurangnya perhatian siswa dalam menyimak penjelasan guru tentang
cara permainan sehingga banyak siswa yang belum dapat menentukan
pemenang dalam masing-masing kelompok. Prosentase ketuntasan belajar
siswa secara klasikal masih belum memenuhi kriteria keberhasilan yang
ditentukan, sehingga dari hasil ini maka kegiatan pada siklus pertama harus
dilanjutkan lagi pada siklus kedua.
Pelaksanaan siklus kedua diawali dengan bimbingan guru tentang kendala yang
dialami pada pertemuan terdahulu (siklus pertama) serta penyampaian tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Kegiatan proses belajar mengajar dilakukan dengan
permainan rumah perkalian melalui pengarahan ulang dengan penekanan pada aturan
permainan. Prosentase ketuntasan belajar secara klasikal sudah
memenuhi kriteria keberhasilan yang ditentukan sehingga kegiatan pada siklus
kedua ini tidak perlu dilanjutkan kembali.
Untuk lebih mengetahui secara mendalam tentang hasil penelitian ini, maka
peneliti memberikan gambaran tentang kelemahan dan kelebihan hasil penelitian
setiap siklusnya, yaitu :
1.
Kegiatan
Siklus Pertama
1)
Kelemahan yang terjadi
Kelemahan yang terjadii pada siklus pertama adalah :
a.
Dalam kegiatan penjelasan guru tentang aturan permainan
masih ada siswa yang tidak memperhatikan sehingga ada yang mengalami kesulitan
ketika melakukan permainan rumah perkalian.
b.
Masih ada siswa yang takut menggunakan laptop dalam
permainan multiplication puzzle.
c.
Guru masih kurang dalam pengorganisasian alokasi waktu dan
pengelolaan/penguasaan kelas sehingga siswa cenderung gaduh/ramai.
d.
Kemampuan siswa dalam menyimpulkan materi pembelajaran
secara mandiri perlu ditingkatkan.
e.
Dalam melakukan refleksi atau membuat rangkuman masih
didominasi guru, seharusnya lebih banyak melibatkan siswa.
2)
Kelebihan yang terjadi
a.
Penggunaan media permainan rumah perkalian cukup
menarik minat siswa untuk belajar karena alat permainan yang digunakan baru dikenal
siswa.
b.
Pembelajaran yang dilakukan sangat melatih siswa untuk
berani menjawab pertanyaan dan cukup menantang karena metode ini jarang
digunakan oleh guru selama ini.
2.
Kegiatan
Siklus Kedua
1)
Kelemahan yang terjadi
Tidak terjadi kelemahan pada siklus kedua sebab pada permainan setiap
pemain telah memahami aturan permaianan sehingga
memudahkan masing-masing kelompok dalam menentukan pemenang, meski
ada siswa yang mencoba menghalangi teman dalam permainan agar bisa menang.
2)
Kelebihan yang terjadi
a.
Motivasi belajar siswa semakin meningkat karena
pembelajaran yang cukup menantang.
b.
Keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran cukup
meningkat demikian pula dengan keantusiasan dalam belajar.
c.
Kemampuan siswa dalam membuat kesimpulan cukup baik.
d.
Pemahaman konsep materi pembelajaran terjadi peningkatan.
e.
Tercapainya tujuan pembelajaran.
BAB
V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil
kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama dua siklus dan berdasarkan
seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai
berikut:
Pembelajaran
dengan penggunaan media permainan rumah perkalian memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa dalam pembelajaran mata pelajaran Matematika dengan materi
perkalian,
yang ditandai dengan peningkatan nilai ulangan harian / tes formatif siswa pada
masing-masing siklus yaitu pada siklus pertama sebesar 69,53%
dan pada siklus kedua sebesar 81,40% serta peningkatan
ketuntasan hasil belajar klasikal pada masing-masing siklus yaitu pada siklus
pertama sebesar 60,47% dan pada siklus kedua sebesar 88,37 %.
B. Saran
Dari
hasil penelitian yang diperoleh dan uraian sebelumnya agar proses belajar
mengajar Matematika lebih
efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan
saran sebagai berikut:
- Untuk melaksanakan pembelajaran melalui penggunaan media permainan rumah perkalian memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan menggunakan media permainan ini dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.
- Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran yang sesuai, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
- Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di SD Negeri Dabasah 1 pada siswa kelas IIa tahun pelajaran 2011-2012 semester 2.
- Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik.
- Instansi terkait (berwenang) untuk dapat menyebarluaskan media permainan ini untuk bisa digunakan di tempat belajar yang lain.
DAFTAR
RUJUKAN
Amin Suyitno. 2001. Dasar-Dasar Pembelajaran Matematika.
Semarang : FMIPA IKIP.
Bachree. 2002. Rumah Perkalian:cara
mudah bikin anak cinta perkalian. http://ayomendidik.wordpress.com. Diakses 12 Januari 2012
Departemen Pendidikan
Nasional. 2003. Kurikulum 2004 Kerangka
Dasar. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas, 2004. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas,
2004. Standar Kompetensi Mata Pelajaran kelas I s/d VI. Jakarta :
Depdiknas.
Depdiknas,
2004. Kurikulum 2004 Pedoman Pengembangan silabus, model pembelajaran
tematis SD. Jakarta : Depdiknas
Gpirayana,
Michana dkk. 2001. Sekolah
Dasar Kajian Teori dan Praktek pendidikan. Malang: UM
Harmini, Sri dkk. 2004. Model bermain
Sebagai Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa Terhadap Operasi Penjumlahan dan
Pengurangan Bilangan Cacah di Kelas III SD Negeri Tlogomas Kota Malang.
Laporan Penelitian. Malang: Universitas Negeri Malang
Haryalesmana, Devid. 2008. Pengertian Media Pembelajaran. (http://www.guruit07.blogspot.com /2009/01pengertian-media-pembelajaran. htm). Diakses 19
Mei 2012
Karso,
2005. Pendidikan Matematika I. Jakarta : Pusat Pendidikan UT
Lyman, Lawrence. 1988.
Strategi Pembelajaran Kooperatif dan Anak. ERIC Digest . Http://translate.googleusercontent.com. Diakses 6 Pebruari 2012
Martono,
Christina. 2009. Pelajaran Sekolah Dasar.
03 February 2009. Pdf file
Nursidik,Yahya. 2008. Media
Pembelajaran.
(http://apadefinisinya.blogspot.com/2008/05/media-pembelajaran.html) Diakses 17 Januari 2012
Purwadarminto. WJS. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta:
Balai Pustaka.
Ridwan. 2003. Kegiatan
Belajar Terhadap Prestasi yang Dicapai. Http://ridwan202.wordpress.com. Diakses 12 Januari 2012
Sodikin. 2004. Pembelajaran
Matematika Realistik Pokok Bahasan Geometri di Kelas IV SD. Tesis, PPs
Unesa, Surabaya.
Suherman.
2003. Karakteristik Matematika dan Siswa
SD.PPPG Matematika.
Sukayati. 2003. Media Pembelajaran Matematika SD (Materi
Pelatihan Instruktur Matematika SD). PPPG Matematika.
Sudjana, N. 2004. Penelitian
dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Soedjadi,
2000.
Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta : Dikti
Shop, Miamia. 2011. Bermain Puzzle Bikin Anak Cerdas. Http://miamiashop.multiply.com. Diakses 5 Januari 2012
Wiriaatmadja, R. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Langganan:
Postingan (Atom)