Minggu, 24 Februari 2013

kartu bilangan








Kegiatan pembelajaran Matematika yang menggunakan kartu bilangan di kelas 3c semester 1 dengan materi penjumlahan dan pengurangan

Kamis, 21 Februari 2013

PTK Rumah Perkalian (isi)



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
            Era globalisasi yang penuh dengan kompetitif  merupakan tantangan bagi dunia pendidikan. Teknologi pembelajaran inovatif seyogyanya dikembangkan dengan cara mengadaptasi atau mengadopsi teknologi pembelajaran inovatif yang memenuhi standar internasional. Hal ini tidak lain merupakan salah satu upaya untuk memenuhi amanat salah satu kebijakan inovatif, yaitu mutu lulusan tidak cukup bila diukur dengan standar lokal atau nasional saja. (Mohammad Nur, 2003)
            Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UURI No. 20 Th. 2003). Tujuan ini dituangkan dalam tujuan pembelajaran matematika yaitu melatih cara berfikir dan bernalar, mengembangkan aktifitas kreatif, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, mengembangkan kemampuan menyampaikan infomasi atau mengkomunikasikan gagasan. Sehingga matematika merupakan bidang ilmu yang strategis untuk membentuk generasi yang siap menghadapi era global yang penuh dengan kompetitif tersebut.
            Matematika sebagai disiplin ilmu turut andil dalam pengembangan dunia teknologi yang kini telah mencapai puncak kecanggihan dalam mengisi berbagai dimensi kebutuhan hidup manusia. Era global yang ditandai dengan kemajuan teknologi informatika, industri otomotif, perbankan, dan dunia bisnis lainnya, menjadi bukti nyata adanya peran matematika dalam revolusi teknologi.
Melihat betapa besar peran matematika dalam kehidupan manusia, bahkan masa depan suatu bangsa, maka sebagai guru di Sekolah Dasar yang mengajarkan dasar-dasar matematika merasa terpanggil untuk senantiasa berusaha meningkatkan pembelajaran dan hasil belajar matematika. Apalagi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar matematika selalu berada di tingkat bawah dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.
            Hal tersebut  dapat dilihat dari pengalaman mengajar matematika pada kompetensi dasar operasi hitung penjumlahan semester 1 tahun pelajaran 2011-2012 hanya mencapai rerata 67 dan hanya 70% siswa mencapai nilai 70 atau >70 . Padahal kriteria ketuntasan minimal harus mencapai 85% siswa mendapat 70 atau >70. Sedangkan pada prestasi belajar siswa kompetensi dasar perkalian semester 2 tahun pelajaran 2010-2011 juga masih rendah dengan rerata 64 dan hanya 68% siswa yang mencapai nilai 70 atau >70  . Kondisi tersebut disebabkan oleh kenyataan sehari-hari yang menunjukkan bahwa siswa kelihatannya jenuh mengikuti pelajaran matematika. Pembelajaran sehari-hari menggunakan metode ceramah dan latihan-latihan soal secara individual, dan tidak ada interaksi antar siswa yang pandai, sedang, dan normal. Hal ini terbukti sebagian besar siswa mengeluh apabila diajak belajar matematika. Sering jika diberi tugas tidak selesai tepat waktu, dan lebih suka bermain dan mengobrol, alasannya pelajaran matematika memusingkan dan lain-lain.       
Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah diterima, sehingga keterkaitan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Dalam pembelajaran matematika agar mudah dimengerti oleh siswa, proses penalaran deduktif untuk menguatkan pemahaman yang sudah dimiliki oleh siswa. Tujuan pembelajaran matematika adalah melatih cara berfikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten.
Pembelajaran matematika tidak juga tidak lagi mengutamakan pada penyerapan melalui pencapaian informasi, tetapi lebih mengutamakan pada pengembangan kemampuan dan pemrosesan informasi. Untuk itu aktivitas peserta didik perlu ditingkatkan melalui latihan-latihan atau tugas matematika dengan bekerja kelompok kecil dan menjelaskan ide-ide kepada orang lain. (Hartoyo, 2000: 24).
Langkah-langkah tersebut memerlukan partisipasi aktif dari siswa. Untuk itu perlu ada metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran. Adapun metode yang dimaksud adalah metode pembelajaan kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran yang melibatkan siswa bekerja dalam kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif lebih menekankan interaksi antar siswa. Dari sini siswa akan melakukan komunikasi aktif dengan sesama temannya. Dengan komunikasi tersebut diharapkan siswa dapat menguasai materi pelajaran dengan mudah karena “siswa lebih mudah memahami penjelasan dari kawannya dibanding penjelasan dari guru karena taraf pengetahuan serta pemikiran mereka lebih sejalan dan sepadan”. (Sulaiman dalam Wahyuni 2001 : 2).
            Pembelajaran Matematika umumnya didominasi oleh pengenalan rumus-rumus serta konsep-konsep secara verbal, tanpa ada perhatian yang cukup terhadap pemahaman siswa. Disamping itu proses belajar mengajar hampir selalu berlangsung dengan metode “chalk and talk” guru menjadi pusat dari seluruh kegiatan di kelas (Somerset, 1997 dalam Sodikin, 2004:1).
            Pembelajaran matematika sering diinterpretasikan sebagai aktivitas utama yang dilakukan guru, yaitu guru mengenalkan materi, mungkin mengajukan satu atau dua pertanyaan, dan meminta siswa yang pasif untuk aktif dengan memulai melengkapi latihan dari buku teks, pelajaran diakhiri dengan pengorganisasian yang baik dan pembelajaran selanjutnya dilakukan dengan sekenario yang serupa.
            Pada umumnya, sekelompok siswa beranggapan bahwa mata pelajaran matematika sulit difahami. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: Pertama, siswa kurang memiliki pengetahuan prasyarat serta kurang mengetahui manfaat pelajaran matematika yang ia pelajari. Kedua, daya abstraksi siswa kurang dalam memahami konsep-konsep matematika yang bersifat abstrak.
            Dalam mengajarkan matematika, sebaiknya diusahakan agar siswa mudah memahami konsep yang ia pelajari, sehingga siswa lebih berminat untuk mempelajarinya. Jika sekiranya diperlukan media atau alat peraga yang dapat membantu siswa dalam memahami konsep matematika, maka seyogyanya guru menyiapkan media atau alat peraga yang diperlukan.
            Menurut Dienes (dalam Sodikin, 2004:134) menyatakan bahwa setiap konsep matematika dapat difahami dengan mudah apabila kendala utama yang menyebabkan anak sulit memahami dapat dikurangi atau dihilangkan. Dienes berkeyakinan bahwa anak pada umumnya melakukan abstraksi berdasarkan intuisi dan pengalaman kongkrit, sehingga cara mengajarkan konsep-konsep matematika dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan objek kongkrit. Dengan demikian, dalam mengajarkan matematika perlu adanya benda-benda kongkrit yang merupakan model dari ide-ide matematika, yang selanjutnya disebut sebagai alat peraga sebagai alat bantu pembelajaran. Alat bantu pembelajaran ini digunakan dengan maksud agar anak dapat mengoptimalkan panca inderanya dalam proses pembelajaran, mereka dapat melihat, meraba, mendengar, dan merasakan objek yang sedang dipelajari.
            Berkaitan dengan uraian di atas, PTK ini akan meneliti tentang Peningkatan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Matematika materi Perkalian melalui Penggunaan Puzzle Rumah Perkalian dalam Pendekatan Kooperatif Siswa Kelas IIa SD Negeri Dabasah 1 Kecamatan Bondowoso.
            Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas akan dilakukan tindakan melalui Pembelajaran Matematika dengan Permainan Rumah Perkalian. Rumah Perkalian digunakan dalam pembelajaran Matematika agar pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan di samping itu melalui permainan Rumah Perkalian tanpa dipaksa siswa akan berusaha untuk menghafal dan bisa menghitung perkalian dengan cepat.

            Penelitian untuk siswa tahun ini dilakukan dengan menggunakan fakta yang dipakai siswa tahun pelajaran yang lalu karena karakteristik siswa pada tahun pelajaran lalu mirip dengan siswa tahun pelajaran ini yaitu nilai ulangan hariannya rendah atau siswa tahun pelajaran 2011/2012 yang mencapai KKM relatif sama dengan siswa tahun pelajaran 2010/20101.


B.     Rumusan  masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut :
Apakah  penggunaan Puzzle Rumah Perkalian dapat meningkatkan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Matematika Materi Perkalian pada Siswa Kelas IIa Semester 2 SD Negeri Dabasah 1 Kecamatan Bondowoso Tahun Pelajaran 2011/2012?

C.    Tujuan penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk:
1.      Meningkatkan Prestasi Belajar dalam Pembelajaran Perkalian Mata Pelajaran Matematika pada Siswa Kelas IIa Semester 2 SD Negeri Dabasah 1 Kecamatan Bondowoso Tahun Pelajaran 2011/2012 dengan menggunakan Permainan Puzzle Rumah Perkalian.
2.      Menambah atau memperkaya media pembelajaran khususnya mata pelajaran Matematika.
D.    Manfaat  penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
a.       Bagi siswa
·         Membantu menumbuhkan potensi dalam diri siswa misalnya tanggung jawab, kerja sama, percaya diri, rasa sosial, berani menghadapi tantangan dan latihan berkompetisi.
·         Membantu siswa untuk lebih mudah memahami konsep pelajaran yang diajarkan.
·         Membantu meningkatkan prestasi belajar.
·         Membantu mengembangkan kemampuan fantasi, kognitif, emosi dan sosial siswa.
b.      Bagi guru
·         Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan guru dalam meningkatkan pemahaman siswa belajar Matematika.
·         Sebagai masukan dan penambah semangat kreativitas dalam meningkatkan pembelajaran khususnya penggunaan alat atau media pembelajaran dan metode dalam Matematika.
·         Sebagai pendorong dalam pengembangan diri, berkreativitas, berinovasi dalam mencari dan menggunakan berbagai alat / media pembelajaran dan model dalam pembelajaran Matematika.
·         Menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman tentang penulisan karya tulis ilmiah (KTI) dan sebagai bukti telah melakukan pengembangan profesi.
c.       Bagi sekolah
·         Meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah dan kualitas tenaga pendidik.
·         Sebagai motivator dalam peningkatan kompetensi dan kualitas pendidikan pada umumnya.
·         Sebagai bahan informasi dan kontribusi bagi dunia pendidikan, khususnya dalam pengembangan media pembelajaran mata pelajaran Matematika.
d.      Bagi Instansi terkait :
·           Sebagai masukan bagi instansi terkait yang mempunyai kewenangan untuk mengembangkan dan memperluaskan, bila alat atau media pembelajaran ini memang layak untuk dikembangkan dan disebarluaskan.
















BAB II

KAJIAN TEORI



A.    Pembelajaran Matematika dan Puzzle Rumah Perkalian
Istilah matematika awalnya diambil dari perkataan Yunani,  mathematica,  yang berarti “ relating to learning ”. Perkataan ini mempunyai akar kata  mathema  yang berarti pengetahuan atau ilmu ( knowledge, science ) dan  kata  mathanein  yang mengandung arti belajar    (berpikir).  Hakikat  matematika  adalah  ilmu  tentang  berfikir  logis.  Istilah matematika  berasal  dari   mathematics   (Inggris),   mathematik   (Jerman),   mathematique  (Perancis),  matematico  (Itali),  matematiceski   (Rusia), atau  mathematick  (Belanda) dan perkataan (Latin)  mathematica.  
Menurut  Elea Tinggih  dalam  Suherman  (2003), perkataan matematika berarti  ilmu  pengetahuan  yang  diperoleh  dengan  penalaran ”.   Hal  ini  dimaksudkan  bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas  dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan dalam  ilmu lain lebih menekankan  hasil  observasi  atau  eksperimen  di  samping  penalaran.  Matematika terbentuk  sebagai  hasil  pemikiran  manusia yang  berhubungan dengan ide,  proses  dan penalaran (Ruseffendi, 2006). Pada tahap awal matematika terbentuk  dari pengalaman manusia dalam dunianya  secara empiris, karena matematika sebagai aktivitas manusia kemudian pengalaman diproses  dalam dunia rasio. Selanjutnya  dilakukan analisis dan sintesis  dengan  penalaran  di  dalam  struktur  kognitif,  sehingga  sampailah  pada  suatu kesimpulan  berupa  konsep-konsep matematika. Agar konsep-konsep matematika yang telah terbentuk dapat dipahami orang lain dan dapat dengan mudah dimanipulasi secara tepat,  maka  digunakan  notasi  dan  istilah  yang  cermat,  kemudian  disepakati  bersama secara universal yang dikenal dengan bahasa matematika.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik matematika adalah :
a.       Pembelajaran matematika dilakukan berjenjang. Dari konkret- semi konkret-abstrak-abstrak sederhana-kompleks.
b.      Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral. Konsep baru dikembangkan dengan mengaitkan konsep yang telah dipahami siswa dan konsep baru meruakan perluasan konsep sebelumnya.
c.       Pembelajaran matematika mengunakan pola deduktif. Artinya dari umum ke khusus. Tetapi untuk jenjang SD menggunakan pola induktif yaitu dari khusus ke umum.
d.      Pembelajaran matematika menganut kebenaran konstitusi.. Artinya pemyataan dianggap benar jika didasarkan pada pernyataan yang sebelumnya dianggap benar.

 

Strategi Pembelajaran Matematika SD

Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran matematika pemecahan masalah, merupakan fokus kegiatan (Diknas,2004:78). Sedangkan definisi pembelajaran adalah sebagai upaya untuk membelajarkan siswa (Harmini,2005:3). Dengan pengertian di atas bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai, suatu kegiatan yang mermberikan fasilitas belajar yang baik sehingga terjadi proses belajar. Sehingga strategi pembelajaran merupakan kegiatan yang dipilih oleh guru dalam proses pembelajaran yang dapat memberikan fasilitas belajar sehingga memperlancar tujuan belajar matematika (Hudoyo dalam Harmini, 2004:9).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan kegiatan yang dipilih guru dalam suatu proses pembelajaran yang meliputi: (1) Kemana proses pembelajaran matematika?  (2) Apa yang menjadi isi dari proses pembelajaran matematika? (3) Bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran matematika? (4) Sejauh mana proses pembelajaran matematika tersebut berhasil?
Keempat aspek tersebut membentuk terjadinya proses pembelajaran. Adanya interaksi siswa dengan guru dibangun atas dasar keempat unsur di atas. Pengetahuan tentang matematika mencakup pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan konseptual mengacu pada pemahaman konsep, sedangkan pengetahuan prosedural mengacu pada keterampilan melakukan sesuatu prosedur pengajaran.
Dua hal penting yang merupakan, bagian dari tujuan pembelajaran matematika adalah pembentukan sifat dengan berpikir kritis dan kreatif (Karso, 2005:2-17) untuk mengembangkan dua hal tersebut haruslah dapat mengembangkan imajinasi anak dan rasa ingin tahu. Dua hal tersebut harus dikembangkan dan ditumbuhkan, siswa diberi kesempatan berpendapat, bertanya, sehingga proses pembelajaran matematika lebih bermakna.

Dalam pembelajaran ini guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, metode, dan teknik yang melibatkan keaktifan siswa, baik secara mental maupun fisiknya. Disamping itu optimalisasi interaksi dan optimalisasi seluruh indera siswa harus terlibat.
Penekanan pembelajaran matematika tidak hanya pada melatih keterampilan dan hafal fakta, tetapi pada pemahaman konsep, dalam pemahamannya tentu saja disesuaikan dengan tingkat berpikir siswa, mengingat objek matematika adalah abstrak.
Karena objeknya abstrak maka penanaman konsep matematika di sekolah dasar sedapat mungkin di mulai dari penyajian Konkret. Selain itu dalam belajar matematika, siswa memerlukan suatu dorongan (motivasi) yang tinggi. Kurangnya dorongan seringkali menimbulkan siswa mengalami patah semangat. Dengan demikian guru haruslah pandai-pandai dalam memilih metode, strategi dan media yang diperlukan, salah satu untuk meningkatkan motivasi adalah dengan menggunakan alat peraga atau sumber belajar lingkungan khususnya benda-benda Konkret sekitar siswa.
Dengan demikian, guru pada merencanakan dan melaksanakan pembelajaran matematika dengan mengupayakan suasana kelas yang menantang, menyenangkan. Hal ini memungkinkan situasi lebih kreatif dan aktif.

                         Karakteristik Pembelajaran Matematika SD

Matematika sebagai suatu ilmu memiliki objek dasar yang berupa fakta, konsep operasi dan prinsip. Menurut Sudjadi (dalam Suherman 2004:14), pendapat tentang matematika tampak adanya kelainan antara satu dengan lainnya, namun tetap dapat ditarik ciri-ciri atau karakteristik yang sama, antara lain:
1.      Memiliki obyek kajian abstrak
2.      Bertumpuh pada kesepakatan
3.      Berpola pikir deduktif
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam memodelkan pembelajaran matematika di sekolah dasar hendaknya dimulai dengan hal-hal yang Konkret. Pembelajaran matematika di sekolah dasar berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman pemahaman yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan dalam Gipayana, Muhana dkk (2005 : 141) karakterisrik diantaranya meliputi menggunakan dunia nyata.
Di samping itu pembelajaran matematika adalah berjenjang atau bertahap, dalam pembelajaran dimulai dari konsep yang sederhana menuju ke konsep yang lebih sukar. Pembelajaran matematika harus di mulai dari yang konkret, ke semi konkret, dan berakhir pada yang abstrak.(Karso, 2005:2-16)
Dalam setiap memperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya.(Karso, 2005:2-16)

Hakekat Anak Didik dalam Pembelajaran Matematika di SD

a)      Anak dalam Pembelajaran Matematika di SD
Anak usia SD sedang mengalami perkembangan dalam tingkat berpikirnya. Dan tahap berpikirnya belum formal masih relatif Konkret, sehingga apa yang dianggap logis dan jelas oleh para ahli serta apa yang dapat diterima orang yang berlatih mempelajarinya merupakan hal yang tidak masuk akal dan membingungkan bagi anak-anak. (Karso, 2005:1-5) Dari kenyataan di atas maka peneliti berpendapat bahwa jika dalam melaksanakan model pembelajaran hendaknya menggunakan benda-benda Konkret sekitar siswa.
b)     Anak Sebagai Individu yang Berkembang
Sesuatu yang mudah menurut logika berpikir kita sebagai orang dewasa belum tentu dianggap mudah oleh logika berpikir anak, malahan mungkin anak mengganggap itu adalah sesuatu yang sulit untuk dimengerti, hal ini sesuai dengan pendapat Jean Piaget dkk (dalam Karso, 2005:1-6) dinyatakan bahwa anak tidak bertindak dan berpikir sama seperti orang dewasa. Hal ini tugas guru sebagai penolong anak untuk membentuk, mengembangkan kemampuan intelektualnya yang maksimal sangat diperlukan.
c)      Kesiapan Intelektual Anak
Kebanyakan para ahli jiwa percaya bahwa jika akan memberikan pelajaran tentang sesuatu kepada anak didik, maka kita harus memperhatikan tingkat perkembangan berpikir anak.
Teori tingkat perkembangan berpikir anak ada empat tahap (Jean Piaget dan Karso, 2005:1-6), diantaranya : tahap sesuai motorik (dari lahir sampai usia 2 tahun), tahap operasional awal/pra operasional (usia 2-7 tahun), tahap operasional / operasional konkret (usia 7-11 atau 12 tahun) dan tahap operasional formal / operasi formal (usia 11 tahun ke atas).
Usia SD pada umumnya pada tahap berpikir operasional konkret, siswa dalam tahapan ini memahami hukum kekekalan, tetapi ia belum bisa berpikir secara deduktif, sehingga dalil-dalil matematika belum dimengerti. Hal ini mengakibatkan bila mengajarkan bahasan harus diberikan bagi siswa yang sudah siap intelektualnya.

 

Tingkat Pemahaman Usia SD

Tingkat pemahaman usia SD merupakan tahapan perkembangan intelektual atau berpikir anak SD (Karso, 2005: 1-10). Dalam hal ini anak masih mengalami kesulitan merumuskan definisi dengan kata-kata sendiri, gurulah bertugas untuk membimbingnya.
Uraian di atas jelas bahwa anak itu bukanlah tiruan dari orang dewasa, anak bukan bentuk mikro dari orang dewasa. Intelektual anak berbeda dengan orang dewasa, dan cara berpikirnya pun berbeda.
Bertolak dari teori Piaget tersebut di atas bahwa kesiapan untuk belajar dan bagaimana berpikir mereka itu berubah sesuai dengan perkembangan usianya, hal ini diperlukan agar tingkat pemahaman anak terhadap pelajaran matematika lebih baik. Jika pemahaman pelajaran baik dan maka tingkat kemampuan siswa dapat ditingkatkan.

Teori Belajar Bruner

Hal-hal yang dapat dinyatakan sebagai proses belajar menurut Bruner dalam Karso (2005: 1-12) di bagi dalam tiga tahapan yaitu:
1.         Tahap Enaktif atau Tahap Kegiatan (Enactive)
Pada tahun awal ini anak belajar konsep berhubungan dengan benda-benda real atau mengalami peristiwa di dunia sekitar.
2.         Tahap Ikonik atau Tahap Gambar Bayangan (Iconic)
Pada tahap ini anak tetap mengubah, menandai dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan dalam kata lain anak dapat membayangkan kembali tentang benda/peristiwa yang dialami.
3.         Tahap Simbolik (Symbolik)
Pada tahap ini anak dapat mengutarakan bayangan mental tersebut dalam bentuk simbol dan bahasa. Dalam hal ini anak sudah mampu memahami simbol-simbol atau penjelasan.
Dari apa yang dirancang oleh Bruner ini, hendaknya dapat dijadikan guru sebagai dasar untuk merancang model pembelajaran. Sehingga dapat mempermudah pemahaman dan keberhasilan anak dalam pembelajaran matematika.

Pembelajaran Matematika Memanfaatkan Alat/Media
Setelah guru mengetahui karakteristik matematika, guru akan lebih jelas peranan alat peraga dalam mengkonkretkan sesuatu yang abstrak untuk memperjelas penyajian. Tidak kalah pentingnya yaitu seorang guru mengetahui materi pelajaran matematika berkesinambungan dari kelas ke kelas lain di atasnya sehingga siswa yang belum menguasai fakta di kelas bawah sangat menjadi kendala di kelas berikutnya.
Alat peraga merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan sesuatu atau isi pelajaran, memperjelas, dan menarik perhatian siswa sehingga dapat mendorong proses pembelajaran, yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar. Alat peraga sebaiknya mudah cara menggunakannya, tidak berbahaya, mudah dicari, murah harganya, dan lebih utama lagi siswa dapat membuatnya sendiri (Akhmad Sudrajat. 2008).
Dengan demikian alat peraga pendidikan merupakan alat pembelajaran yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar, karena dengan menggunakan alat peraga pembelajaran akan lebih menarik dan hasil yang diperoleh tidak verbalisme.
Barang-barang yang tidak bermanfaat di lingkungan sekitar sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk membuat alat peraga. Tergantung dari kejelian guru dalam memanfaatkannya.
Menurut Daryanto dalam Akhmad Sudrajat (2004) media adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar yang berfungsi memperjelas makna pesan yang disampaikan sehingga tujuan pembelajaran tercapai dengan baik.
Media atau alat bantu dapat diartikan sebagai alat bantu yang digunakan menyalurkan pesan, informasi, dan bahan pelajaran untuk merangsang perasaan, perhatian, dan keterampilan siswa.
Media mengandung pesan sebagai perangsang belajar dan dapat membangkitkan motivasi belajar. Pendidikan dengan media visual adalah cara memperoleh pengertian yang lebih baik dari sesuatu yang dapat dilihat daripada sesuatu yang didengar atau dibacanya.
Sukayati (2003:14) menjelaskan bahwa permainan dalam pembelajaran matematika di sekolah bukan untuk menerangkan melainkan suatu cara atau teknik untuk mempelajari atau membina keterampilan dari suatu materi tertentu. Secara umum cocok untuk membantu mempelajari fakta dan keterampilan. Beberapa pakar pendidikan mengatakan bahwa tujuan utama digunakan permainan dalam pembelajaran matematika adalah untuk memberikan motivasi kepada siswa agar siswa menjadi senang.
Apabila guru berniat merencanakan kegiatan permainan matematika dalam pembelajaran, maka guru perlu mengkaji topik yang tepat untuk kegiatan yang didukung oleh permainan. Dari hasil kajian tersebut guru dapat memilih atau mengidentifikasi permainan yang bertujuan meningkatkan keterampilan matematika dan digunakan dalam waktu serta situasi yang tepat.
Apapun strategi  pembelajaran  matematika dalam bentuk permainan, seorang guru perlu :
a.        Mengidentifikasi topik-topik yang memerlukan pembinaan keterampilan khusus, misalnya fakta dasar penjumlahan /atau perkalian.
b.       Menentukan tujuan pembelajaran secara jelas.
c.        Merencanakan kegiatan seraca rinci seperti bentuk permainan, sarana, dan evaluasi.
Supaya penggunaan alat peraga atau media dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka guru harus menggunakannya semaksimal mungkin. Meskipun dengan benda yang sederhana, asalkan guru dapat menggunakannya dengan tepat, maka materi yang diberikan kepada siswa akan dapat diterima dengan jelas.
Alat peraga atau media sangat beragam jenisnya. Ada yang berupa gambar, benda tiruan ataupun benda yang sesungguhnya. Hal utama dalam penggunaan alat peraga atau media adalah disukai siswa, harganya murah, mudah dicari, dan tidak berbahaya. Biasanya siswa akan suka dan tertarik pada benda yang berwarna-warni. Oleh karena itu, agar penggunaan alat peraga/media dapat mencapai sasarannya, guru dituntut untuk dapat mengatasi hal-hal yang dapat menghambat dalam penggunaannya.
Tiap anak didik memiliki kemampuan indera yang berbeda atau tidak sama. Maka peranan media dalam model pembelajaran sangat diperlukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sadiman dalam Devid (2008:6) media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.
Latuheru
dalam Devid (2008:6), menyatakan bahwa media pembelajaran adalah bahan, alat, atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya guna. Berdasarkan definisi tersebut, media pembelajaran memiliki manfaat yang besar dalam memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran. Media pembelajaran yang digunakan harus dapat menarik perhatian siswa pada kegiatan belajar mengajar dan lebih merangsang kegiatan belajar siswa.
Menurut Encyclopedia of Educational Research (Oemar Hamalik) dalam Yahya (2008) bahwa manfaat media pendidikan diantaranya: (1) Meletakkan dasar-dasar yang Konkret untuk berpikir dan oleh karena itu mengulangi verbalisme. (2) Memperbesar perhatian para siswa. (3) Memberikan pengalaman yang nyata menimbulkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan siswa. Dari pengertian di atas bahwa media mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran.
Dari uraian di atas penulis berpendapat bahwa dengan adanya media dalam proses pembelajaran siswa lebih aktif, mandiri dan terlibat kegiatan langsung, bebas menyusun dan memanipulasi benda tersebut sehingga berperan untuk membantu mengefektifkan komunikasi dan menciptakan interaksi dalam kegiatan.

Puzzle Rumah Perkalian
Perkalian adalah operasi matematika penskalaan satu bilangan dengan bilangan lain. Operasi ini adalah salah satu dari empat operasi dasar di dalam aritmetika dasar (yang lainnya adalah perjumlahan, pengurangan, dan perbagian). Perkalian terdefinisi untuk seluruh bilangan di dalam suku-suku perjumlahan yang diulang-ulang; misalnya, 3 dikali 4 (seringkali dibaca "3 kali 4") dapat dihitung dengan menjumlahkan 3 salinan dari 4 bersama-sama.
Perkalian bilangan rasional (pecahan) dan bilangan real didefinisi oleh perumumam gagasan dasar ini. Perkalian dapat juga digambarkan sebagai pencacahan objek yang disusun di dalam persegi panjang (untuk semua bilangan) atau seperti halnya penentuan luas persegi panjang yang sisi-sisinya memberikan panjang (untuk bilangan secara umum). Balikan dari perkalian adalah perbagian: ketika 3 kali 4 sama dengan 12, maka 12 dibagi 3 sama dengan 4. Perkalian diperumum ke jenis bilangan lain (misalnya bilangan kompleks) dan ke konstruksi yang lebih abstrak seperti matriks.
Matematika merupakan ilmu dasar yang mendasari semua penerapan dalam kehidupan nyata. Contoh penerapan nyata adalah dalam bidang medis. Ketika kita mendapatkan obat dari dokter 3x1 berarti 3 kali dalam sehari (pagi, siang, malam) masing-masing 1 (pil). Bukan sebaliknya, 1 kali dalam sehari 3 (pil). Hal ini perlu diperhatikan karena prosesnya sangat berbeda antara 3x2 dan 2x3. Seringkali kita berfokus pada hasilnya yang sama-sama 6. Penjelasan dalam bidang medis akan sangat jelas: 3x2 berarti 3 kali dalam sehari masing-masing 2 (pil) sedangkan 2x3 berarti 2 kali dalam sehari masing-masing 3 (pil). Dengan demikian, penjabaran dalam penjumlahan : 3x2 = 2 + 2 + 2; sedangkan 2x3 = 3 + 3.
Menurut Christina Martono dalam tulisannya tentang Pelajaran Matematika Sekolah Dasar pada tanggal 03 Pebruari 2009 ada beberapa kiat khusus untuk mempermudah belajar matematika:
  1. Pemahaman rumus matematika dengan permainan.
  2. Penggunaan alat peraga.
  3. Harus benar-benar memahami penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian, terutama dalam soal-soal yang bervariasi di dalam soal cerita.
  4. Sering mengadakan diskusi/kerjasama untuk menentukan tahap-tahap penyelesaian soal-soal secara cepat, tepat dan mudah dipahami.
  5. Memperkenalkan berbagai macam bentuk bangun geometri melalui papan berpaku, sekaligus belajar mencari luas dan volume, mengukur panjang-pendek, dan berat suatu benda.
  6. Biasakan siswa untuk bisa menggambar sendiri bentuk bangun-bangun geometri tersebut.
  7. Penggunaan fasilitas ruang kelas sebagai media pembelajaran, misalnya pengubinan.
  8. Untuk mengenal materi jual-beli-laba-rugi sebaiknya dengan menggunakan kegiatan “pasar sederhana”termasuk materi tentang uang.
  9. Permainan rumah penjumlahan maupun rumah perkalian
  10. Penggunaan teka-teki silang matematika
  11. Cerdas cermat
  12. Penyampaian materi matematika dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris.

Pelajaran matematika memang selalu berhubungan dan terkait dengan angka-angka sehingga sering membingungkan serta membosankan bagi anak didik kita, apalagi jika ternyata ada konsep salah yang dijelaskan guru. Banyaknya latihan dan tugas mengerjakan soal-soal sering membuat siswa semakin jenuh dan menjadikan matematika sebagai hantu yang menakutkan. Salah satu upaya agar matematika menjadi menyenangkan adalah melalui permainan dan permainan itu diantaranya adalah "puzzle".
Puzzle adalah teka-teki dengan tes kecerdikan solver. Puzzle sebagai sebuah teka-teki dasar merupakan permainan untuk menempatkan potongan-potongan dalam cara yang logis sesuai dengan solusi yang diinginkan. Solusi untuk teka-teki harus mengenali pola dan menciptakan urutan tertentu.
Salah satu jenis puzzle yang berhubungan dengan pelajaran matematika adalah rumah perkalian. Rumah perkalian ini bisa digunakan pada siswa kelas 2 semester 2 sebagai kelanjutan penanaman konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang.
Cara bermain rumah perkalian:
1.         Sediakan petak permainan berupa:
a.              Tabel deret angka secara acak yang merupakan hasil dari perkalian dua bilangan.
b.             Kartu bilangan 1 sampai 9.
2.        Bentuk beberapa kelompok dengan anggota tiap kelompok minimal 4 orang.
3.        Salah satu anggota kelompok harus dipilih siswa yang telah memiliki kemampuan menghafal perkalian dengan benar dan dia dijadikan sebagai juri/wasit dalam kelompok.
4.        Tugas juri/wasit adalah mencatat perolehan jawaban benar dari masing-masing anggota kelompok.
5.      Masing-masing anggota kelompok secara bergiliran mengambil dua kartu bilangan kemudian meletakkan pada tabel rumah perkalian sesuai dengan hasil perkalian dua bilangan yang diambil.
6.      Jawaban benar mendapat 1 point dan jika salah 0 point.
7.      Jawaban  tiap anggota harus berurutan sebanyak 5 kotak secara menurun, mendatar atau diagonal.
8.      Peserta yang menang adalah yang paling cepat mengurutkan deret jawaban dengan benar.
9.      Pemain yang kalah harus bersedia menerima hukuman sesuai dengan kesepakatan bersama.

B.  Prestasi Belajar
1.       Pengertian Belajar
Sebelum membicarakan pengertian prestasi belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan apa yang dimaksud dengan belajar. Para pakar pendidikan mengemukakan pengertian yang berbeda namun demikian selalu mengacu pada prinsip yang sama yaitu setiap orang yang melakukan proses belajar akan mengalami suatu perubahan dalam dirinya.
Selanjutnya Winkel dalam Sudjana (2004:53) mengatakan belajar adalah ”suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan.”
Kemudian Hamalik dalam Ridwan (2003) mendefnisikan belajar adalah ”suatu pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.”
Muhibbin Syah (2008: 90-91) mengutip pendapat Reber dalam kamusnya (Dictionary of Psychology) membatasi belajar dengan dua macam definisi, yaitu:
1)             Belajar adalah The process of accuiring knowledge, yakni proses memperoleh pengetahuan. Pengertian ini biasanya lebih sering dipakai dalam pembahasan psikologi kognitif yang oleh sebagian ahli dipandang kurang representatif karena tidak mengikutsertakan perolehan ketrampilan nonkognitif.
2)             Belajar adalah A relativety permanent change in respons potentiality which occurs as a result of reinforced practice, yakni perubahan kemampuan bereaksi yang relatif permanen sebagai hasil latihan yang diperkuat. Dalam definisi ini terdapat empat macam istilah yang esensial dan perlu disoroti untuk memahami proses belajar, yaitu : Relativety permanent (yang secara umum menetap), Respons potentiality (kemampuan bereaksi), Reinforce (penguatan), dan Practice ( praktik atau latihan ).
Adapun Mahfud Shalahuddin dalam Sudjana (2004: 29) dalam buku Pengantar Psikologi Pendidikan mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku melalui pendidikan atau lebih khusus melalui prosedur latihan. Perubahan itu sendiri berangsur-angsur dimulai dari sesuatu yang tidak dikenalnya, untuk kemudian dikuasai atau dimilikinya dan dipergunakannya sampai pada suatu saat dievaluasi oleh yang menjalani proses belajar itu.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian balajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap atau permanen sebagai hasil atau akibat dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif, efektif dan psikomotor.
 2.       Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi adalah hasil yang telah dicapai. Dengan demikian bahwa prestasi merupakan hasil yang telah dicapai oleh seseorang setelah melakukan sesuatu pekerjaan/aktivitas tertentu.
Jadi prestasi adalah hasil yang telah dicapai oleh karena itu semua individu dengan adanya belajar hasilnya dapat dicapai. Setiap individu belajar menginginkan hasil yang yang sebaik mungkin. Oleh karena itu setiap individu harus belajar dengan sebaik-baiknya supaya prestasinya berhasil dengan baik. Sedang pengertian prestasi juga ada yang mengatakan prestasi adalah kemampuan. Kemampuan di sini berarti yang dimampui individu dalam mengerjakan sesuatu.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Pengertian prestasi belajar menurut Muhibbin Syah sebagaimana dikutip oleh Abu Muhammad Ibnu Abdullah (2008) adalah taraf keberhasilan murid atau santri dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah atau pondok pesantren yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.
Menurut Poerwanto (1986:28) yang dimaksud prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport.
S. Nasution dalam Sudjana (2004:17) mengemukakan prestasi belajar sebagai “kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berpikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek (kognitif, afektif dan psikomotor), sebaliknya dikatakan prestasi yang kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.
Sedangkan Winkel dalam Sudjana (2004:162) mengatakan bahwa “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.”
Dari pendapat-pendapat di atas, maka pengertian prestasi belajar adalahtingkat keberhasilan seseorang dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk raport atau nilai melalui kegiatan evaluasi setelah mengalami proses belajar mengajar.
3.       Jenis dan Indikator Prestasi Belajar
Menurut Benjamin S. Bloom, sebagaimana yang dikutip oleh Abu Muhammad Ibnu Abdullah (2008) bahwa hasil belajar diklasifikasikan ke dalam tiga ranah, yaitu :
1)             Ranah Kognitif
2)             Ranah Afektif
3)             Ranah Psikomotor
Untuk mengungkap hasil belajar atau prestasi belajar pada ketiga ranah tersebut diperlukan patokan-patokan atau indikator sebagai penunjuk bahwa seseorang telah berhasil meraih prestasi pada tingkat tertentu dari ketiga ranah tersebut. Pengetahuan dan pemahaman yang mendalam mengenai indikator-indikator prestasi belajar sangat diperlukan ketika seseorang akan menggunakan alat dan kiat evaluasi sehingga penggunaan alat evaluasi akan menjadi lebih tepat, reliabel dan valid.
Berikut adalah tabel tentang jenis dan indikator prestasi belajar yang dimaksud.
Tabel 2.1. Jenis dan Indikator Prestasi Belajar
No
Jenis Prestasi belajar
Indikator Prestasi Belajar
1.
Ranah Cipta (Kognitif)
a.       Pengamatan
b.      Ingatan
c.       Pemahaman
d.      Penerapan
e.       Analisis (pemeriksaan dan pemilahan secara teliti)
f.       Sintesis (membuat penduan baru dan utuh)






Dapat :
v  Menunjukkan
v  Membandingkan
v  Menghubungkan
v  Menyebutkan
v  Menunjukkan kembali
v  Menjelaskan
v  Mendefinisikan dengan lisan sendiri
v  Memberikan contoh
v  Menggunakan secara tepat
v  Menguraikan
v  Mengklasifikasikan / memilah-milah
v  Menghubungkan
v  Menyimpulkan
v  Menggeneralisasikan
v  (membuat prinsip umum)
2.
Ranah Rasa (Afektif)
a.       Penerimaan
b.      Sambutan
c.       Apresiasi (sikap menghargai)
d.      Internalisas (pendalaman)
e.       Karaktirasasi

v  Mengingkari
v  Melembagakan atau meniadakan
v  Menjelmakan dalam pribadi dan perilaku sehari-hari
3.
Ranah Karsa (Psikomotor)
a.       Ketrampilan bergerak dan bertindak
b.      Kecakapan ekspresi verbal dan nonverbal

v  Mengkoordinasikan gerak mata, tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya
v  Mengucapkan
v  Membuat mimik dan gerakan jasmani


4.              Faktor- faktor yang Memengaruhi Prestasi Belajar
Prestasi belajar di sekolah sangat dipengaruhi oleh kemampuan umu yang diukur oleh IQ di mana IQ yang tinggi dapat meramalkan kesuksesan prestai belajar. Namun demikian ada beberapa kasus pada IQ yang tinggi ternyata tidak menjamin kesuksesan seseorang dalam belajar dan hidup bermasyarakat.IQ bukanlah satu-satunya faktor penentu kesuksesan prestasi belajar seseorang, ada faktor-faktor lain yang turut andil memengaruhi perkembangan prsetasi belajar.
Menurut Sunarto (2009) ada dua faktor yang memengaruhi prestasi belajar yaitu faktor yang terdapat di dalam diri siswa (faktor intern) dan faktor yang ada di luar siswa (faktor ekstern).
Faktor intern meliputi :
a.     Kecerdasan / intelegensi
b.     Bakat
c.     Minat
d.    Motivasi
Faktor ekstern mencakup :
a.     Keadaan lingkungan keluarga
b.     Keadaan lingkungan sekolah
c.     Keadaan lingkungan masyarakat
Sedangkan Muhibbin Syah (2008: 139) mengemukakan bahwa factor-faktor yang memengaruhi prestasi belajar peserta didik di sekolah, secara garis besar dapat dibagi kepada 3 bagian, yaitu :
1)      Faktor internal
Faktor ini merupakan faktor dari dalam diri peserta didik yakni keadaan/kondisi jasmani atau rohani peserta didik.


Yang termasuk faktor internal ini adalah :
a.       Faktor fisiologis
Keadaan fisik yang sehat dan segar serta kuat akan menguntungkan dan memberikan hasil belajar yang baik. Tetapi keadaan fisik yang kurang baik akan berpengaruh pada siswa dalam keadaan belajarnya.
b.      Faktor psikologis, yaitu :
v  Intelegensi atau IQ
v  Perhatian
v  Minat
v  Motivasi
v  Bakat
2)      Faktor eksternal
Faktor ini merupakan faktor dari luar peserta didik, yakni kondisi lingkungan sekitar peserta didik, diantaranya :
a.       Faktor sosial yang terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat
b.      Faktor non sosial, yang meliputi :
v  Keadaan dan letak gedung sekolah
v  Keadaan dan letak rumah tempat tinggal keluarga
v  Alat-alat dan sumber belajar
v  Keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa
3)      Faktor pendekatan belajar (approach to learning)
Yaitu jenis upaya belajar peserta didik yang meliputi strategi dan metode yang digunakan peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

5.             Pentingnya Evaluasi Sistem
Sebagai suatu kegiatan yang berlangsung terus menerus, belajar harus memperlihatkan adanya prestasi yang terukur. Alat, metode, maupun bentuk pengukuran terhadap prestasi belajar, seperti dilaksanakan sistem pendidikan nasional kita, terlihat dalam berbagai bentuk. Sedangkan seperti hasil tes terlihat dalam bentuk buku raport, hasil UAS maupun UAN, dan sebagainya. Pengukuran prestasi belajar sangat diperlukan untuk melihat atau melakukan evaluasi, baik terhadap subyek didik yang mengalami proses belajar maupun sumber belajar.
Evaluasi diperlukan bukan saja untuk meningkatkan prestasi belajar, peserta didik, namun yang tak kalah pentingnya adalah memengaruhi pengajar agar dapat memberikan pembelajaran yang positif. Termasuk dalam hal ini kapasitas, kapabilitas, dan kemampuan guru dalam menyampaikan materi pelajaran juga penting untuk dievaluasi. Seperti yang terlihat dari pengertian prestai belajar, prestasi sebagai hasil dari proses belajar tidak hanya menunjuk salah satu pihak saja, melainkan juga menyangkut semua faktor yang turut berpengaruh dalam sistem belajar tersebut.
C.       Pembelajaran Kooperatif
Pengajaran kooperatif (Cooperatif Learning) memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Houlobec, 2001).
1.         Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Houlobec (2001) Pengajaran kooperatif (Cooperatif Learning) memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar . Sedangkan menurut Abdurrahman dan Bintoro (2000: 78) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata
Menurut Slavin (2000) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Sedangkan menurut Depdiknas (2004) tujuan pertama pembelajaran kooperatif yaitu meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan tujuan yang kedua, pembelajaran kooperatif member peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar, yang meliputi perbedaan suku, agama, kemampuan akademik,dan tingkat social. Tujuan penting yang ketiga adalah untuk mengembangkan ketrampilan social siswa, seperti berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja dalam kelompok.
Dari pendapat-pendapat di atas, maka pengertian Pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan dengan cara mengelompokkan siswa untuk belajar bersama menyelesaikan tugas-tugas belajar tertentu.
2.             Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Terdapat 6 fase atau langkah utama dalam pembelajaran kooperatif yaitu :
a.Langkah 1 : Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
b.Langkah 2 : Menyajikan informasi
c.Langkah 3:Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-   kelompok belajar
d.Langkah 4 : Membantu kerja kelompok dalam belajar
e.Langkah 5 : Mengetes materi
f.Langkah 6 : Memberi penghargaan
                   Foyle dan Lyman (1988) mengidentifikasikan langkah-langkah dasar yang terlibat dalam keberhasilan pelaksanaan kegiatan pembelajaran kooperatif, yaitu :
1.             Konten yang akan diajarkan diidentifikasi dan criteria untuk penguasaan ditentukan oleh guru.
2.             Teknik atau pendekatan yang akan digunakan dan menentukan jumlah kelompok.
3.             Siswa ditugaskan berdasarkan kelompok.
4.             Pengaturan ruang kelas yang memfasilitasi interaksi kelompok.
5.             Menyiapkan intsrumen tugas dan format penilaian.
6.             Menjelaskan tujuan dari pembelajaran dan menetapkan alokasi waktu yang akan digunakan.
7.             Menyajikan apersepsi pembelajaran yang sesuai.
8.             Memonitor interaksi siswa dalam kelompok, memberikan bantuan dan klarifikasi yang diperlukan serta memfasilitasi pemecahan masalah apabila diperlukan.
9.             Mengevaluasi hasil belajar siswa. Siswa secara individu harus menunjukkan penguasaan ketrampilan atau konsep pembelajaran. Evaluasi didasarkan pada pengamatan kinerja siswa atau tanggapan lisan terhadap pertanyaan.
10.         Kelompok yang berhasil harus diberi penghargaan, misalnya melalui pujian lisan, pin prestasi terbaik atau pengakuan tertulis dalam bulletin kelas atau papan pengumuman kelas.
Dari pendapat-pendapat di atas, maka langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif adalah :
1.             Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan motivasi kepada siswa
2.             Menyajikan informasi
3.             Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
4.             Membimbing kelompok bekerja dan belajar
5.             Mengadakan evaluasi kegiatan pembelajaran
6.             Memberikan penghargaan
Akan tetapi Prof Dr Moh. Nur ( 2005:3) menjelaskan lebih lanjut bahwa pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok, akan tetapi ada tiga konsep yang harus dipenuhi yaitu :
a.   Penghargaan kelompok.
Kelompok-kelompok dalam pembelajaran kooperatif dapat diberi sertifikat atau penghargaan lainnya apabila kelompok mereka dapat mencapai atau diatas kriteria yang ditentukan.
b.   Tangung jawab individu.
Keberhasilan kelompok bergantung kepada pembelajaran individual dari seluruh anggota kelompok. Inilah yang mendorong setiap kelompok tersebut saling mambantu satu sama lain dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok tersebut siap untuk suatu kuis atau asesmen lain yang akan dikerjakan secara individual tanpa bantuan dari teman satu kelompoknya.
c.    Kesempatan yang sama untuk berhasil.
Setiap anggota kelompok akan menyumbangkan poin kepada kelompoknya berdasarkan perbaikan atas kinerja mereka yang lalu. Ini menjamin bahwa siswa dengan hasil belajar tinggi, rata-tara, dan rendah sama-sama tertantang untuk melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.

3.             Kelebihan Pembelajaran Kooperatif
                   Menurut Ibrahim, dkk (2000: 78) bahwa Pembelajaran Kooperatif memiliki dampak yang positif untuk siswa yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan.
                   Cooper (2001) mengungkapkan keuntungan dari metode pembelajaran kooperatif, antara lain :
1)   Siswa mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran
2)   Siswa dapat mengembangkan ketrampilan berpikir tingkat tinggi
3)   Meningkatkan ingatan siswa
4)   Meningkatkan kepuasan siswa terhadap materi pembelajaran.
                   Pembelajaran kooperatif meningkatkan motivasi dapat mencapai keberhasilan belajar siswa dengan memberikan dukungan sebaya. Sebagai  bagian dari tim belajar, siswa dapat mencapai keberhasilan melalui bekerja sama dengan orang lain. Pembelajaran kooperatif juga menunjukkan peningkatan hubungan antara siswa dari latar belakang etnis yang berbeda.
Dari pendapat-pendapat di atas, maka kelebihan Pembelajaran Kooperatif adalah siswa mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran sehingga dapat mengembangkan ketrampilan dan ingatan siswa sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan.

 Macam-macam Pembelajaran Kooperatif
Beberapa contoh model pembalajaran kooperatif antara lain :
-            Student Teams Achievement Divisioans ( STAD)
-            Teams- Games-Turnaments (TGT)
-            Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)
-            Jigsaw, dan lain-lain

5.    Peran Guru dalam Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif menuntut guru untuk berperan relatif berbeda dari pembelajaran tradisional. Berbagai peran guru dalam pembelajaran kooperatif tersebut dpat dikemukan sebagai berikut ini.
a.       Merumuskan tujuan pembelajaran.
Ada dua tujuan pembelajaran yang perlu diperhatikan oleh guru, tujaun akademik (academic objectives) dan tujuan keterampilan bekerja sama (collaborative skill objectives). Tujuan akademik dirumuskan sesuai dengan taraf perkembangan siswa dan analisis tugas atau analisis konsep. Tujuan keterampilan bekerja sama meliputi keterampilan memimpin, berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik.
b.       Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar.
Jumlah anggota dalam tidap kelompok belajar tidak boleh terlalu besar, biasanya 2 hingga 6 siswa. Ada 3 faktor yang menentukan jumlah anggota tiap kelompok belajar. Ketiga faktor tersebut adalah: (1) taraf kemampuan siswa, (2) ketersediaan bahan, dan (3) ketersediaan waktu. Jumlah anggota kelompok belajar hendaknya kecil agar tiap siswa aktif menjalin kerjasama menyelesaikan tugas. Ada beberapa pertanyaan yang hendaknya dijawab oleh guru saat akan menempatkan siswa dalam kelompok.
Keempat pertanyaan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
1)        Pengelompokkan siswa secara homogen atau heterogen? Pengelompokkan siswa hendaknya heterogen. Keheterogenan kelompok mencakup jenis kelamin, ras, agama, (kalau mungkin), tingkat kemampuan (tinggi, sedang, rendah), dan sebagainya.
2)        Bagaimana menempatkan siswa dalam kelompok?
Ada dua jenis kelompok belajar kooperatif, yaitu (1) yang berorientasi bukan pada tugas (non-task-orientied), dan (2) yang berorientasi pada tugas (task oriented). Kelompok belajar kooperatif yang berorientasi bukan pada tugas tidak menuntut adanya pembagian tugas untuk tiap anggota kelompok. Kelompok belajar semacam ini tampak seperti pada saat siswa mengerjakan soal-soal IPA berbentuk prosedur penyelesaian dan mencocokkan pendapatnya. Kelompok belajar yang berorientasi pada tugas menekankan adanya pembagian tugas yang jelas bagi semua anggota kelompok. Kelompok belajar semacam ini tampak seperti pada saat siswa melakukan kunjungan ke kebun binatang sehinga harus disusun oleh panitia untuk menentukan siapa yang menjadi ketua, sekretaris, bendahara, seksi transportasi, seksi konsumsi, dan sebagainya. Siswa yang baru mengenal belajar kooperatif dapat ditempatkan dalam kelompok belajar yang berorientasi pada tugas, dari jenis tugas yang sederhana hingga yang kompleks.
3)        Siswa bebas memilih teman atau ditentukan oleh guru. Kebebasan memilih teman sering menyebabkan kelompok belajar menjadi homogen sehingga tujuan belajar kooperatif tidak tercapai. Anggota tiap kelompok belajar hendaknya ditentukan secara acak oleh guru.
                        Ada 3 teknik untuk menentukan anggota kelompok secara acak yang dapat digunakan oleh guru. Ketiga teknik tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
a)                    Berdasarkan metode sosiometri. Melalui metode sosiometri guru dapat menentukan siswa yang tergolong disukai oleh banyak teman (bintang kelas) hingga yang paling tidak disukai atau tidak memiliki teman (terisolasi). Berdasarkan metode sosiometri tersebut guru menyusun kelompok-kelompok belajar yang di dalam tiap kelompok ada siswa yang tergolong banyak teman, yang tergolong biasa, dan yang terisolasi.
b)                    Berdasarkan kesamaan nomor. Jika jumlah siswa dalam kelas terdiri atas 30 siswa dan guru ingin membentuk 10 kelompok belajar yang dari 1 hingga 10. Selanjutnya, para siswa yang bernomorsama dikelompokkan sehingga terbentuklah 10 kelompok siswa dengan masing-masing beranggotakan 3 orang siswa yang memiliki karakteristik heterogen.
c)                    Menggunakan teknik acak berstrata. Para siswa dalam kelas lebih dahulu dikelompokkan secara homogen atas dasar jenis kelamin dan atas dasar kemampuannya (tinggi, sedang, rendah), dan sebagainya. Setelah itu, secara acak siswa diambil dari kelompok homogen tersebut dan dimasukkan ke dalam sejumlah kelompok-kelompok belajar yang heterogen.
c.                   Menentukan tempat duduk siswa.
Tempat duduk siswa hendaknya disusun agar tiap kelompok dapat saling bertatap muka tetapi cukup terpisah antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Susunan tempat duduk dapat dalam bentuk lingkaran atau berhadap-hadapan.
d.         Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Cara menyusun bahan ajar dan penggunaannya dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat menetukan tidak hanya efektivitas pencapaian tujuan belajar siswa. Bahan ajar hendaknya dibagikan kepada semua siswa agar mereka dapat berpartissi dalam pencapaian tujaun pembelajaran yang telah ditetapkan. Jika kelompok belajar telah memiliki cukup pengalaman, guru tidak perlu membagikan bahan ajar dengan berbagai petunjuk khusus. Jika kelompok belajar belum banyak pengalaman atau masih baru, guru perlu memberi tahu para siswa bahwa mereka harus bekerja sama, bukan bekerja sendiri-sendiri.
Ada 3 macam cara untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Ketiga macam cara tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
1)              Saling ketergantungan bahan. Tiap kelompok hanya diberi satu bahan ajar dan kelompok harus bekerja sama untuk mempelajarinya.
2)              Saling ketergantungan informasi. Tiap anggota kelompok diberi bahan ajar yang berbeda untuk selanjutnya disatukan untuk disintesiskan. Bahan ajar juga dapat disajikan dalam bentuk “Jigsaw puzzle” sehingga dengan demikian tiap siswa memiliki bagian dari bahan yang diperlukan untuk melengkapi atau menyelesaikan tugas.
3)              Saling ketergantungan menghadapi lawan dari luar. Bahan ajar disusun dalam suatu bentuk pertandingan antar kelompok yang memiliki kekuatan keseimbangan sebagai dasar untuk meningkatkan saling ketergantungan positif antar anggota kelompok. Keseimbangan kekuatan antar kelompok pelu diperhatikan Karena pertanding antar kelompok yang memiliki kekuatan seimbang atau memiliki peluang untuk kalah atau menang yang sama dapat meningkatkan motivasi belajar.
Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan positif dapat diciptakan melalui pembagian tugas kepada tiap anggota kelompok dan mereka bekerja untuk saling melengkapi. Dalam mata pelajaran IPA misalnya, seorang anggota kelompok diberi tugas sebagai peneliti, yaig lainnya sebagai penyimpul, yang lainnya lagi sebagai penulis, yang lainya lagi sebagai pemberi semangat, dan ada pula yang menjadi pengawas terjalinnya kerja sama. Penugasan untuk memerankan suatu fungsi semacam itu merupakan metode yang efektif untuk melatih keterampilan menjalin kerja sama.
e. Menjelaskan tugas akademik.
Ada beberapa aspek yang perlu disadari oleh para guru dalam menjelaskan tugas akademik kepada para siswa. Beberapa aspek tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
1)          Menyusun tugas sehingga siswa menjadi jelas mengenai tugas tersebut. Kejelasan tugas sangat penting bagi para siswa karena dapat menghindarkan mereka dari frustasi atau kebingungan. Dalam pembelajaran kooperatif siswa yang tidak dapat memahami tugasnya dapat bertanya kepada kelompoknya sebelum bertanya kepada guru.
2)          Menjelaskan tujuan belajar dan mengaitkannya dengan pengalaman siswa di masa lampau.
3)          Menjelaskan berbagai konsep atau pengertian atau istilah, prosedur yang harus diikuti atau pengertian contoh kepada para siswa.
4)          Mengajukan berbagai pertanyaan khusus untuk mengetahui pemahaman para siswa mengenai tugas mereka.
f.  Menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja sama.
Menjelaskan tujuan dan keharusan bekerja sama kepada para siswa dilakukan dengan contoh sebagai berikut :
1)   Meminta kepada kelompok untuk menghasilkan suatu karya atau produk tertentu. Jika karya kelompok berupa laporan, tiap anggota kelompok harus menandatangani laporan tersebut sebagai tanda bahwa ia setuju dengan isi laporan kelompok dan dapat menjelaskan alasan isi laporan tersebut.
2)   Menyediakan hadiah bagi kelompok. Pemberian hadiah merupakan salah satu cara untuk mendorong kelompok menjalin kerja sama sehingga terjalin pula rasa kebersamaan antar anggota kelompok. Semua anggota kelompok harus saling membantu agar masing-masing memperoleh skor hasil belajar yang optimal karena keberhasilan kelompok ditentukan oleh keberhasilan tiap anggota.
g.         Menyusun akuntabilitas individual.
Suatu kelompok belajar tidak dapat dikatakan benar-benar kooperatif jika memperbolehkan adanya anggota kelompk yang mengerjakan seluruh pekerjan. Suatu kelompok belajar juga tidak dapat dikatakan benar-benar kooperatif jika memperbolehkan adanya anggota yang tidak melakukan apa pun demi kelompok. Untuk menjamin agar seluruh anggota kelompok benar-benar menjalin kerja sama dan agar kelompok mengetahui adanya anggota kelompok yang memerlukan bantuan atau dorongan, guru harus sering melakukan pengukuran untuk mengetahui taraf penguasaan tiap siswa terhadap materi pelajaran yang sedang dipelajari.
h.         Menyusun kerja sama antar kelompok.
Hasil positif yang ditemukan dalam suatu kelompok belajar kooperatif dapat diperluas ke seluruh kelas dengan menciptakan kerja sama antar kelompok. Nilai tambahan dapat diberikan jika seluruh siswa di dalam kelas meraih standar mutu yang tinggi. Jika suatu kelomok telah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, para anggotanya dapat diminta untuk membantu kelompok-kelompok lain yang belum selesai. Upaya semacam ini memungkinkan terciptanya suasana kehidupan kelas yang sehat, yang memungkinkan semua potensi siswa bekembang optimal dan terintegrasi.
i.      Menjelaskan kriteria keberhasilan.
            Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bertolak dari penilaian acuan patokan (criterion referenced). Pada awal kegiatan belajar guru hendaknya menerangkan secara jelas kepada siswa mengenai bagaimana pekerjaan mereka akan dinilai.
j.      Menjelaskan perilaku siswa yang diharapkan.
Perkataan kerja sama atau gotong royong sering memiliki konotasi dan penggunaan yang bermacam-macam. Oleh karena itu, guru perlu mendifinisikan perkataan kerja sama tersebut secara operasional dalam bentuk berbagai perilaku tersebut antara lain dapat dikemukakan dengan kata-kata seperti “Tetaplah berada dalam kelompokmu”, “Berbicaralah pelan-pelan”, Berbicaralah menurut giliran,” dan sebagainya.
Jika kelompok mulai berfungsi secara efektif, perilaku yang diharapkan dapat mencakup hal-hal sebagai berikut:
1)             Tiap anggota kelompok menjelaskan bagaimana memperoleh jawaban.
2)             Meminta kepada tiap anggota kelompok untuk mengaitkan pelajaran baru dengan yang telah dipelajari sebelumnya.
3)             Memeriksa untuk meyakinkan bahwa semua anggota kelompok memahami bahan yang dipelajari dan menyetujui jawaban-jawabannya.
4)             Mendorong semua anggota kelompok agar berpartisipasi dalam menyelesaikan tugas.
5)             Memperhatikan dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang dikatakan oleh anggota lain.
6)             Jangan mengubah pikiran karena berbeda dari pikiran anggota lain tanpa penjelasan yang logis.
7)              Memberikan kritik kepada ide, bukan kepada pribadi.
k.    Memantau perilaku siswa.
Setelah semua kelompok mulai bekerja, guru harus menggunakan sebagian besar waktunya untuk memantau kegiatan siswa. Tujuan pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengajarkan keterampilan menyelesaikan tugas kalau perlu.
l.      Memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaian tugas.
Pada saat melakukan pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengajarkan keterampilan menyelesaikan tugas kalau perlu.
m.    Melakukan intervensi untuk mengajarkan keterampilan bekerja sama. Pada saat memantau kelompok-kelompok yang sedang belajar, guru kadang-kadang menemukan siswa yang tidak memiliki keterampilan untuk menjalin kerja sama yang cukup dan adanya kelompok yang memiliki masalah dalam menjalin kerja sama. Dalam kondisi semacam itu, guru perlu memberikan nasihat agar siswa dapat bekerja efektif.
n.         Menutup pelajaran.
Pada saat pelajara berakhir, guru perlu meringkas pokok-pokok pelajaran, meminta kepada siswa untuk mengemukakan ide atau contoh, dan menjawab pertanyaan dan hasil belajar mereka.
o.    Menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa.
 Guru menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar para siswa berdasarkan penilaian acuan patokan. Para anggota kelompok hendaknya juga diminta untuk memberikan umpan balik mengenai kualitas pekerjaan dan hasil belajar mereka.
 p.    Menilai kualitas kerja sama antar anggota kelompok.
Meskipun waktu belajar di kelas terbatas, diperlukan waktu untuk berdiskusi dengan para siswa untuk membahas kualitas kerja sama antar anggota kelompok pada hari itu. Pembicaraan dengan para siswa dilakukan untuk mengetahui apa yang telah dilakukan dengan baik dan apa yang masih perlu ditingkatkan pada hari berikutnya.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif  adalah model pembelajaran yang perlu diterapkan dan dikembangkan karena memiliki banyak kelebihan. Oleh karena itu model pembelajaran yang dipilih dalam penelitian ini adalah pembelajaran



D. Kerangka Berpikir
Permainan  Rumah Perkalian merupakan suatu cara pengajaran dengan menggunakan media permainan yang dikaitkan dengan tema pembelajaran pada siswa kelas IIa. Pada materi melakukan perkalian mata pelajaran Matematika kelas II semester 2 melalui penggunaan permainan rumah perkalian ini diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sebagaimana keunggulan dari media yang memiliki pengaruh yang besar terhadap pemahaman yang lebih baik pada diri siswa sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan. Di samping itu  penggunaan permainan rumah perkalian ini juga mampu membangkitkan dan membawa siswa ke dalam suasana rasa senang dan gembira, di mana keterlibatan emosional dan mental akan berpengaruh terhadap semangat mereka belajar dan kondisi pembelajaran akan lebih hidup. Kesemuanya terhadap materi ajar dan pelaksanaan pembelajaran dengan PAKEM (Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) dapat terlaksana.

E. Hipotesis Tindakan
Dari kajian teori di atas dikemukakan hipotesis tindakan sebagai berikut: 
Jika menggunakan Permainan Rumah Perkalian maka prestasi belajar  siswa dalam pembelajaran mata pelajaran Matematika materi perkalian Kelas IIa SDN Dabasah 1 Bondowoso akan meningkat.



 
 













BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.
Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, penanggung jawab penuh penelitian ini adalah guru. Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah untuk meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun, kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa, sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan.
A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian
1.   Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di Kelas IIa (dua-A) SD Negeri Dabasah 1 Kecamatan Bondowoso Kabupaten Bondowoso  tahun pelajaran 2011-2012 di Jalan Ahmad Yani Nomor 01 Kelurahan Dabasah.

2.   Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari-Maret 2012 semester genap tahun pelajaran 2011-2012.
Tabel 3.1.Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No

Kegiatan
Bulan
Jan
Febr
Mart
1.
Penyusunan proposal

X


2.
Perencanaan penelitian, menyusun instrumen siklus kesatu

X


3.
Pelaksanaan tindakan dan observasi siklus kesatu


X

4.
Analisis data dan Refleksi hasil siklus kesatu dan perencanaan siklus kedua


X

5.
Pelaksanaan tindakan dan observasi siklus kedua


X

6.
Penyusunan laporan



X

3.   Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas IIa (dua-A) SD Negeri Dabasah 1 Kecamatan Bondowoso Kabupaten Bondowoso  tahun pelajaran 2011-2012 sebanyak 43 orang yang terdiri dari 21 orang siswa laki-laki dan 22 orang siswa perempuan.
Kolaborator sebagai mitra kerja dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah guru kelas lainnya yang juga mengajar di kelas awal (kelas dua), yaitu :
1. Dinah Sukowati, S.Pd
2. Sustin Kurniati, S.Pd.SD
B.   Setting Penelitian
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam  melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan.
Sedangkah menurut Muhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.
Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan pratek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5).
                Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.



 Penjelasan alur di atas adalah:
  1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.
  2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya penggunaan permainan model monopoli.
  3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.
  4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
                Observasi dibagi dalam dua putaran, yaitu putaran 1 dan 2, dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing putaran.

C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1.   Silabus
Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar. Silabus yang peneliti gunakan adalah silabus Tematik Kelas IIa Semester 2.
2.   Rencana Pelaksanaan Pelajaran (RPP)
Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RPP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.
3.   Tes formatif
-          Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur prestasi belajar mata pelajaran Matematika pada Tema Peristiwa dengan Materi Pokok tentang Perkalian. Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah isian.
 Adapun instrumen penelitian yang disusun adalah:
1.    Instrumen observasi pembelajaran untuk memperoleh data keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan permainan Rumah Perkalian.
2.    Instrumen tes formatif siswa untuk memperoleh data prestasi belajar materi perkalian mata pelajaran Matematika.

D. Metode Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan belajar aktif dan tes formatif.

E.   Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui keefektifan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Untuk menganalisa tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.
Analisis data dilakukan setelah pelaksanaan tindakan pada setiap siklus yang direncanakan. Data yang akan dicatat untuk dianalisis adalah :
1.      Data hasil pengamatan saat pembelajaran  melalui penggunaan permainan rumah perkalian dan data prestasi belajar siswa . Data prestasi belaja rmateri perkalian dianalisis dengan analisis kuantitatif deskriptif dengan cara mencari persentase
2.      Data keterlaksanaan pembelajaran melalui penggunaan permainan rumah perkalian dianalisis dengan analisis kualitatif model interaktif.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistic sederhana yaitu:
1.      Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
    Dengan :      = Nilai rata-rata
                        Σ X            = Jumlah semua nilai siswa
                                    Σ N                 = Jumlah siswa

2.   Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar, seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65. Dalam penelitian ini ketuntasan belajar yang diharapkan pada materi perkalian adalah 70. Untuk menghitung prosentase ketuntasan belajar menggunakan rumus :
T = Siswa Tuntas  x 100%
                                                Jumlah Siswa
2.      Untuk proses belajar
Dalam penilaian proses belajar menggunakan format pengamatan kegiatan belajar siswa dalam diskusi kelompok dan demonstrasi/permainan.

F.     Indikator Keberhasilan
Berdasarkan hipotesis tindakan bahwa melalui penggunaan permainan Rumah Perkalian dapat meningkatkan prestasi belajar dalam pembelajaran mata pelajaran Matematika siswa kelas IIa semester 2 SD Negeri Dabasah 1 Kecamatan Bondowoso Tahun Pelajaran 2011/2012 maka indikator keberhasilan penelitian ini adalah “jika pada tes formatif siswa mencapai nilai 70 atau >70 dengan ketuntasan klasikal mencapai 85%.
Jika indikator keberhasilan penelitian belum tercapai, penelitian dilanjutkan ke siklus 2 dengan mencari akar permasalahan dalam siklus 1. Masalah tersebut menjadi dasar perencanaan pada siklus 2 dengan mencari alternative  pemecahannya.




G.     Prosedur Penelitian
1.      Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang mendukung.
2.      Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan mulai tanggal  06 Februari 2012 di Kelas IIa dengan jumlah siswa 43 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pada pelaksanaan siklus 1 terdiri dari kali pertemuan yaitu pada tanggal 06 dan 08 Februari 2012.
Pada akhir proses belajar mengajar pertemuan kedua siswa diberi tes formatif 1 dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan.
3.    Pengamatan Tindakan
Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar
4.    Refleksi Tindakan
§  Menganalisis data hasil tes formatif siswa dan data hasil pengamatan pembelajaran guru dan siswa
§  Mengidentifikasi dan mengelompokkan masalah yang timbul dalam pembelajaran
§  Membandingkan analisis data dengan indikator keberhasilan penelitian.
§  Menyimpulkan hasil siklus dan melaksanakan tindak lanjut.
§  Apabila dalam siklus 1 tidak tercapai indikator keberhasilan penelitian maka kegiatan dilanjutkan dengan siklus 2.



















BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

            Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan pengelolaan belajar yang digunakan untuk mengetahui pengaruh menggunakan permainan rumah perkalian dalam meningkatkan prestasi belajar siswa tentang perkalian dan data pengamatan aktivitas siswa dan guru.
            Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan belajar melalui penggunaan permainan rumah perkalian.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas sehingga rancangan penelitian ini berupa siklus yang secara garis besar terdiri dari empat bagian, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Masing-masing siklus dalam penelitian ini terdiri dari 2 pertemuan kegiatan belajar mengajar.
A.     Deskripsi Kondisi Awal
Sesuai dengan jadwal penelitian yang telah disusun maka kegiatan penelitian siklus 1 dimulai pada awal bulan Februari 2012, pada akhir bulan Januari 2012 kegiatan masih berupa perencanaan penelitian dan menyusun instrumen kegiatan siklus kesatu. Dalam pelaksanaan pembelajaran pra siklus siswa mulai diajarkan konsep perkalian dengan cara mengumpulkan kerikil yang ada di halaman sekolah kemudian melakukan penjumlahan berulang menggunakan kerikil serta manik-manik yang disiapkan guru.
Pada kegiatan pra siklus pertemuan kedua guru mencoba memberikan tes lisan tentang materi konsep perkalian yang telah diberikan. Dari hasil tes ternyata hanya 40% siswa yang tuntas belajar dengan nilai 70 atau >70. Berdasarkan hasil tersebut maka sangatlah perlu tindakan siklus 1 segera dilaksanakan.

B.     Deskripsi dan Hasil Penelitian Siklus 1
a.    Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari silabus mata pelajaran Matematika (Tematik), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Observasi Guru Kolaborator. Alat peraga atau media pembelajaran berupa permainan rumah monopoli, file permainan multiplication puzzle,  lembar soal formatif dan lembar jawaban siswa serta peralatan lain yang mendukung kegiatan pembelajaran.
Materi yang dibahas pada siklus ini adalah perkalian sebagai penjumlahan berulang (pada RPP kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan adalah pertemuan pertama dan pertemuan ketiga).
b.    Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan siklus pertama untuk pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin tanggal 06 Pebruari 2012 di kelas IIa dengan jumlah siswa sebanyak 43 orang.
Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Proses pembelajaran mengacu pada RPP yang telah dipersiapkan. Tindakan yang dilaksanakan pada pertemuan pertama siklus 1 ini adalah :
1.         Mengajak siswa untuk menghafalkan kembali perkalian 1 sampai 5 (pada pertemuan pertama) dan perkalian 6 sampai 9 (pada pertemuan kedua) dan tanya jawab pada masing-masing individu.
2.         Siswa secara individu (hanya 1 sampai 2 orang ) mencoba melakukan permainan puzzle perkalian menggunakan laptop dan LCD projector.
3.         Melakukan pembagian kelompok dan pemilihan juri dalam kelompok berdasarkan kemampuan siswa.
4.         Siswa secara berkelompok melakukan permainan rumah perkalian sesuai dengan aturan permainan yang telah dijelaskan oleh guru.
5.         Memilih pemenang permainan dari masing-masing kelompok.
Pada siklus 1 pertemuan kedua (dalam RPP pertemuan ketiga) siswa melakukan permainan puzzle perkalian menggunakan laptop dan LCD projector dan diadakan ulangan harian (formatif) di akhir pertemuan untuk mengetahui daya serap siswa setelah mengikuti pembelajaran.
c.     Hasil Pengamatan Siklus 1
Pengamatan yang dilakukan pada siswa kelas IIa SD Negeri Dabasah 1 pada saat pelaksanaan tindakan bertujuan untuk mengamati perubahan tingkah laku siswa selama pembelajaran tematik khusus mata pelajaran Matematika dengan menggunakan permainan rumah perkalian, yang meliputi memperhatikan penjelasan guru, melaksanakan permainan rumah perkalian sesuai petunjuk, mengerjakan LKS dan evaluasi bersama serta  mengambil kesimpulan. Aktivitas siswa yang paling dominan adalah kegiatan diskusi kelompok dalam permainan rumah perkalian yaitu 26,7% dan mengerjakan LKS sesuai petunjuk sebesar 23,3%. Aktivitas lain yang juga cukup besar adalah memperhatikan penjelasan guru dan melaksanakan permaainan sesuai petunjuk yang masing-masing sebesar 20%. Sedangkan aktivitas mengambil kesimpulan pembelajaran hanya sebesar 16,6%.
Hasil pengamatan pembelajaran oleh kolaborator terhadap aktivitas guru dan siswa pada siklus 1 menunjukkan bahwa aktivitas guru yang paling dominan adalah kegiatan apersepsi, penguasaan terhadap materi pembelajaran, penggunaan media secara efektif dan efisien, melibatkan siswa dalam pemanfaatan media, menumbuhkan partisipasi aktif siswa, menumbuhkan keceriaan dan antusias siswa serta dalam penggunaan bahasa lisan dan tulis secara jelas, baik dan benar sebanyak 8,7% . Aktivitas lain yang cukup adalah pelaksanaan pembelajaran secara runtut yaitu 7,6%. Sedangkan pengusaan kelas, pelaksanaan pembelajaran sesuai alokasi waktu masing-masing sebesar 6,5% dan kegiatan refleksi dengan melibatkan siswa hanya 4,3%.

Pada siklus 1 diadakan ulangan harian (formatif) untuk mengetahui daya serap siswa setelah mengikuti pembelajaran pada pertemuan kedua. Hasil ulangan harian pada siklus ini terlihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 4.1. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I
No
Uraian
Hasil Siklus I
1

2

3

4
Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Jumlah siswa yang tidak tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar
69,53

26

17

60,47

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa melalui penggunaan permainan rumah perkalian diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 69,53 dan ketuntasan belajar mencapai 60,47% atau ada 26 siswa  dari 43 siswa yang tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 60,47% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%.
Nilai rata-rata ulangan yang mencapai 69,53 masih menunjukkan hasil yang kurang karena masih berada di bawah KKM yaitu 70.
Berdasarkan data nilai ulangan harian (formatif) siswa di atas maka prosentase ketuntasan belajar secara klasikal tidak mencapai indikator ketuntasan yang ditetapkan sehingga penelitian ini belum berhasil. Karena itu peneliti mempertimbangkan untuk melanjutkan penelitian pada siklus kedua.
d.    Refleksi
Berdasarkan pendapat/komentar kolaborator pada pembelajaran siklus yaitu:
a)      Masih ada siswa yang tidak memerhatikan penjelasan guru sehingga tidak dapat melaksanakan permainan dengan benar.
b)      Siswa masih takut menggunakan laptop.
c)      Pembelajaran cukup menarik, namun masih banyak siswa yang kurang memahami petunjuk permainan.
d)     Siswa sudah cukup antusias, namun perlu menumbuhkan keberanian dalam menggunakan laptop.
Sedangkan menurut Sukayati (2003:14) bahwa permainan dalam pembelajaran matematika di sekolah memerlukan strategi :
a.    Mengidentifikasi topik-topik yang memerlukan pembinaan  keterampilan khusus, misalnya fakta dasar penjumlahan /atau perkalian.
b.   Menentukan tujuan pembelajaran secara jelas.
c.    Merencanakan kegiatan seraca rinci seperti bentuk permainan, sarana, dan evaluasi.
Supaya penggunaan alat peraga atau media dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka guru harus menggunakannya semaksimal mungkin. Meskipun dengan benda yang sederhana, asalkan guru dapat menggunakannya dengan tepat, maka materi yang diberikan kepada siswa akan dapat diterima dengan jelas.
Sehingga berdasarkan hasil pelaksanaan pembelajaran siklus satu maka diharapkan guru dapat memberikan arahan yang jelas dalam penggunaan permainan rumah perkalian agar siswa dapat melakukan permainan dengan tepat.
Dalam pembelajaran pada siklus pertama ini diperoleh informasi dari hasil pengamatan / observasi sebagai berikut :
1)      Dalam  kegiatan apersepsi, guru sudah cukup mempersiapkan mental siswa untuk belajar melalui kegiatan menyanyikan perkalian dan alat bantu yang menarik dan ada di sekitar siswa.
2)      Pemanfaatan media permainan rumah perkalian dan multiplication puzzle cukup menarik sehingga siswa antusias untuk melakukan permainan.
3)      Masih ada siswa yang kurang memperhatikan petunjuk guru dalam melakukan permainan rumah perkalian sehingga beberapa kelompok tidak dapat menyelesaikan permainan tepat waktu dan tidak sesuai dengan aturan permainan, terutama dalam menentukan penenang permainan (dalam mewarnai petak permainan rumah perkalian.
4)      Guru masih kurang dalam pengorganisasian alokasi waktu dan pemerataan kesempatan membantu tiap kelompok.
5)      Kemampuan siswa dalam menyimpulkan materi pembelajaran secara mandiri perlu ditingkatkan.
e.     Revisi
Berdasarkan hasil informasi dari pengamatan/observasi di atas ternyata pada pembelajaran siklus pertama masih banyak terdapat kekurangan sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada siklus kedua, antara lain :
1)      Guru perlu memberikan penekanan pada penjelasan tentang aturan permainan rumah perkalian.
2)      Guru sebaiknya melakukan pemerataan kesempatan dalam membantu kelompok permainan.
3)      Guru perlu mendistribusikan penggunaan waktu secara baik sesuai dengan alokasi waktu yang direncanakan dalam RPP.
4)      Guru sebaiknya mengarahkan siswa dalam membuat kesimpulan yang sesuai dengan materi yang dipelajari.
5)      Soal-soal yang dijawab siswa dengan prosentase rendah perlu mendapatkan penekanan dan dibahas kembali pada pertemuan berikutnya.
C.     Deskripsi dan Hasil Penelitian Siklus 2
a.    Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sesuai dengan jadwal, Lembar Observasi Guru Kolaborator. Media pembelajaran berupa permainan rumah perkalian dan multiplication puzzle, lembar kerja kelompok maupun individu, lembar soal formatif serta peralatan lain yang mendukung kegiatan pembelajaran.
Materi yang dibahas pada siklus ini adalah perkalian (pada RPP kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan adalah pertemuan pertama dan ketiga).
b.    Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus kedua pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin tanggal 13 Pebruari 2012 dan pertemuan ketiga hari Rabu tanggal 15 Pebruari 2012. Pelaksanaan pembelajaran tetap dilaksanakan di kelas IIa dengan jumlah siswa 43 orang .
Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses pembelajaran mengacu pada rencana pembelajaran yang telah disusun dengan memperhatikan refleksi pada siklus pertama, sehingga kekurangan pada siklus pertama tidak terulang lagi pada siklus kedua.

Tindakan yang dilaksanakan pada siklus kedua ini adalah :
1.         Mengajak siswa untuk menghafalkan kembali perkalian 1 sampai 10 dengan cepat secara klasikal dan tanya jawab pada masing-masing individu.
2.         Siswa secara individu melakukan permainan puzzle perkalian menggunakan laptop dan LCD projector.
3.         Melakukan pembagian kelompok dan pemilihan juri dalam kelompok berdasarkan kemampuan siswa.
4.         Siswa secara berkelompok melakukan permainan rumah perkalian sesuai dengan aturan permainan yang telah dijelaskan oleh guru.
5.         Memilih pemenang permainan dari masing-masing kelompok.
Seperti siklus pertama pada siklus kedua juga diadakan ulangan harian (formatif) di akhir pertemuan ketiga untuk mengetahui daya serap siswa setelah mengikuti pembelajaran pada pertemuan pertama dan ketiga ini.
c.     Pengamatan / Observasi
Pengamatan atau observasi yang dilakukan guru kolaborator sama seperti pada siklus pertama yaitu mengamati pelaksanaan pembelajaran melalui penggunaan media permainan rumah perkalian yang meliputi kegiatan guru dan kegiatan siswa.
Aktivitas guru dalam pembelajaran secara keseluruhan cukup merata, dari 13 komponen pengamatan aktivitas guru terdapat 7 komponen yang cukup besar prosentasenya yaitu 8,3% yang meliputi penguasaan materi pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang runtut, sesuai dengan alokasi waktu, penggunaan media yang efisien, melibatkan siswa dalam penggunaan media, menumbuhkan partisipasi siswa, serta menumbuhkan keceriaan dan antusiasme siswa. Kegiatan apersepsi dan penggunaan bahasa tulis/lisan memperoleh prosentase masing-masing sebesar 7, 5 %. Penyampaian materi sesuai karakteristik siswa, penguasaan kelas dan pelaksanaan penilaian hanya sebesar 6,6%. Sedangkan prosentase paling kecil yaitu 5,8% ada pada komponen pelaksanaan refleksi dengan melibatkan siswa.
Aktivitas siswa yang paling dominan adalah melaksanakan permainan sesuai petunjuk yaitu sebesar 22,7%. Aktivitas yang juga memiliki prosentase cukup besar adalah memperhatikan penjelasan guru, mengerjakan lembar kerja sesuai petunjuk dan pelaksanaan diskusi yang masing-masing sebesar 20,5% sedangkan mengambil kesimpulan pembelajaran hanya 15,9%.
Pengumpulan data diperoleh dari hasil ulangan harian (formatif) siswa pada akhir pembelajaran untuk mengetahui daya serap siswa setelah mengikuti pembelajaran.



Hasil ulangan harian pada siklus ini terlihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 4.2. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II
No
Uraian
Hasil Siklus I
1

2

3

4
Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Jumlah siswa yang tidak tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar
81,40

38

5

88,37


Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa melalui penggunaan permainan rumah perkalian diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 81,40 dan ketuntasan belajar mencapai 88,37% atau ada 38 siswa  dari 43 siswa yang tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus kedua secara klasikal siswa tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 telah sebesar 88,37% lebih besar dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%.
Dengan meningkatnya prosentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal yang melebihi indikator keberhasilan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa target keberhasilan prestasi sudah tercapai, karena itu penelitian dihentikan sampai siklus kedua.
Peningkatan prestasi belajar ini disebabkan karena siswa benar-benar memahami materi yang diajarkan. Pembelajaran menggunakan media permainan rumah perkalian ternyata cukup membantu siswa dalam memahami materi pembelajaran tentang perkalian, di samping juga data atau fakta yang diperoleh dengan penemuan sendiri dalam proses pembelajaran.
d.    Refleksi
Pendapat/komentar kolaborator pada pembelajaran siklus II yaitu:
a)    Kegiatan pembelajaran cukup menyenangkan
b)   Siswa sangat antusias dalam permainan rumah perkalian maupun menghitung perkalian dalam permainan menggunakan laptop.
c)    Materi dapat dipahami dengan mudah.
d)   Siswa dapat melakukan permainan sesuai petunjuk.
e)    Antusias sudah nampak dalam permainan perkalian dan penggunaan laptop.
Sehingga berdasarkan uraian di atas bahwa penggunaan permainan dalam pembelajaran suklus II memegang peranan penting dalam proses pembelajaran karena siswa lebih aktif, mandiri dan tercipta interaksi positif dalam kegiatan tersebut.
Pada tahap ini telah dikaji apa yang sudah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penggunaan media permainan rumah perkalian.




Dari data-data yang diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut :
1)      Selama proses belajar mengajar, guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi prosentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar.
2)      Berdasarkan data hasil pengamatan dapat diketahui bahwa siswa sangat aktif dan cukup antusias selama proses belajar mengajar berlangsung.
3)      Keceriaan siswa dalam melakukan permainan rumah perkalian dan keberanian dalam melakukan permaianan multiplication puzzle yang menggunakan sarana LCD dan laptop menunjukkan terlaksananya pembelajaran PAKEM sehingga siswa semakin antusias belajar sesuai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
4)      Kekurangan pada siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.
5)      Hasil belajar siswa pada siklus kedua mencapai ketuntasan.
Pada siklus kedua guru telah menerapkan penggunaan media permainan rumah perkalian dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa, pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar yang lain melalui penggunaan media permainan rumah perkalian dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal.
Hal ini seiring dengan pendapat Latuheru dalam Devid (2008:6), menyatakan bahwa media pembelajaran adalah bahan, alat, atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya guna. Pada bagian lain, Encyclopedia of Educational Research (Oemar Hamalik) dalam Yahya (2008:27) menyatakan bahwa manfaat media pendidikan diantaranya: (1) Meletakkan dasar-dasar yang Konkret untuk berpikir dan oleh karena itu mengulangi verbalisme. (2) Memperbesar perhatian para siswa. (3) Memberikan pengalaman yang nyata menimbulkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan siswa. Hal ini membuktikan bahwa ada relevansi kuat antara hasil penelitian secara empiris dengan pendapat ahli.
D.     Pembahasan
Setelah semua kegiatan dilaksanakan pada siklus pertama dan siklus kedua, maka diperoleh hasil bahwa proses pembelajaran pada kegiatan siklus pertama yang membahas tentang perkalian, masih banyak mengalami kendala dan masalah. Hal ini menyangkut kurangnya perhatian siswa dalam menyimak penjelasan guru tentang cara permainan sehingga banyak siswa yang belum dapat menentukan pemenang dalam masing-masing kelompok. Prosentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal masih belum memenuhi kriteria keberhasilan yang ditentukan, sehingga dari hasil ini maka kegiatan pada siklus pertama harus dilanjutkan lagi pada siklus kedua.
Pelaksanaan siklus kedua diawali dengan bimbingan guru tentang kendala yang dialami pada pertemuan terdahulu (siklus pertama) serta penyampaian tujuan pembelajaran yang diharapkan. Kegiatan proses belajar mengajar dilakukan dengan permainan rumah perkalian melalui pengarahan ulang dengan penekanan pada aturan permainan. Prosentase ketuntasan belajar secara klasikal sudah memenuhi kriteria keberhasilan yang ditentukan sehingga kegiatan pada siklus kedua ini tidak perlu dilanjutkan kembali.
Untuk lebih mengetahui secara mendalam tentang hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan gambaran tentang kelemahan dan kelebihan hasil penelitian setiap siklusnya, yaitu :
1.                   Kegiatan Siklus Pertama
1)        Kelemahan yang terjadi
Kelemahan yang terjadii pada siklus pertama adalah :
a.    Dalam kegiatan penjelasan guru tentang aturan permainan masih ada siswa yang tidak memperhatikan sehingga ada yang mengalami kesulitan ketika melakukan permainan rumah perkalian.
b.    Masih ada siswa yang takut menggunakan laptop dalam permainan multiplication puzzle.
c.    Guru masih kurang dalam pengorganisasian alokasi waktu dan pengelolaan/penguasaan kelas sehingga siswa cenderung gaduh/ramai.
d.   Kemampuan siswa dalam menyimpulkan materi pembelajaran secara mandiri perlu ditingkatkan.
e.    Dalam melakukan refleksi atau membuat rangkuman masih didominasi guru, seharusnya lebih banyak melibatkan siswa.
2)        Kelebihan yang terjadi
a.    Penggunaan media permainan rumah perkalian cukup menarik minat siswa untuk belajar karena alat permainan yang digunakan baru dikenal siswa.
b.    Pembelajaran yang dilakukan sangat melatih siswa untuk berani menjawab pertanyaan dan cukup menantang karena metode ini jarang digunakan oleh guru selama ini.
2.                   Kegiatan Siklus Kedua
1)        Kelemahan yang terjadi
Tidak terjadi kelemahan pada siklus kedua sebab pada permainan setiap pemain telah memahami aturan permaianan sehingga memudahkan masing-masing kelompok dalam menentukan pemenang, meski ada siswa yang mencoba menghalangi teman dalam permainan agar bisa menang.
2)        Kelebihan yang terjadi
a.    Motivasi belajar siswa semakin meningkat karena pembelajaran yang cukup menantang.
b.    Keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran cukup meningkat demikian pula dengan keantusiasan dalam belajar.
c.    Kemampuan siswa dalam membuat kesimpulan cukup baik.
d.   Pemahaman konsep materi pembelajaran terjadi peningkatan.
e.    Tercapainya tujuan pembelajaran.














BAB V
PENUTUP

A. Simpulan 
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama dua siklus dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pembelajaran dengan penggunaan media permainan rumah perkalian memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran mata pelajaran Matematika dengan materi perkalian, yang ditandai dengan peningkatan nilai ulangan harian / tes formatif siswa pada masing-masing siklus yaitu pada siklus pertama sebesar 69,53% dan pada siklus kedua sebesar 81,40% serta peningkatan ketuntasan hasil belajar klasikal pada masing-masing siklus yaitu pada siklus pertama sebesar 60,47% dan pada siklus kedua sebesar 88,37 %.

B.   Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dan uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar Matematika lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:
  1. Untuk melaksanakan pembelajaran melalui penggunaan media permainan rumah perkalian memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan menggunakan media permainan ini dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.
  2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran yang sesuai, walau dalam taraf yang sederhana,  dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
  3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di SD Negeri Dabasah 1 pada siswa kelas IIa tahun pelajaran 2011-2012 semester 2.
  4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik.
  5. Instansi terkait (berwenang) untuk dapat menyebarluaskan media permainan ini untuk bisa digunakan di tempat belajar yang lain.










DAFTAR RUJUKAN


Amin Suyitno. 2001. Dasar-Dasar Pembelajaran Matematika. Semarang : FMIPA IKIP.

Bachree. 2002. Rumah Perkalian:cara mudah bikin anak cinta perkalian. http://ayomendidik.wordpress.com. Diakses 12 Januari 2012

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum 2004 Kerangka Dasar. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas, 2004. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas, 2004. Standar Kompetensi Mata Pelajaran kelas I s/d VI. Jakarta : Depdiknas.

Depdiknas, 2004. Kurikulum 2004 Pedoman Pengembangan silabus, model pembelajaran tematis SD. Jakarta : Depdiknas


Gpirayana, Michana dkk. 2001. Sekolah Dasar Kajian Teori dan Praktek pendidikan. Malang: UM

Hafid, Muhammad. 2002. Model Pembelajaran Kooperatif. Http://Muhfida.com. Diakses 12 Januari 2012

Harmini, Sri dkk. 2004. Model bermain Sebagai Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa Terhadap Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Cacah di Kelas III SD Negeri Tlogomas Kota Malang. Laporan Penelitian. Malang: Universitas Negeri Malang

Haryalesmana, Devid. 2008. Pengertian Media Pembelajaran. (http://www.guruit07.blogspot.com /2009/01pengertian-media-pembelajaran. htm). Diakses  19 Mei 2012

Karso, 2005. Pendidikan Matematika I. Jakarta : Pusat Pendidikan UT

Lyman, Lawrence. 1988. Strategi Pembelajaran Kooperatif dan Anak. ERIC Digest . Http://translate.googleusercontent.com. Diakses 6 Pebruari 2012

Martono, Christina. 2009. Pelajaran Sekolah Dasar. 03 February 2009. Pdf file
Nursidik,Yahya. 2008. Media Pembelajaran. (http://apadefinisinya.blogspot.com/2008/05/media-pembelajaran.html) Diakses 17 Januari 2012

Purwadarminto. WJS. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Ridwan. 2003. Kegiatan Belajar Terhadap Prestasi yang Dicapai. Http://ridwan202.wordpress.com. Diakses 12 Januari 2012

Sodikin. 2004. Pembelajaran Matematika Realistik Pokok Bahasan Geometri di Kelas IV SD. Tesis, PPs Unesa, Surabaya.

Suherman. 2003. Karakteristik Matematika dan Siswa SD.PPPG Matematika.
Sukayati. 2003. Media Pembelajaran Matematika SD (Materi Pelatihan Instruktur Matematika SD). PPPG Matematika.

Sudjana, N. 2004. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Soedjadi, 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta : Dikti

Shop, Miamia. 2011. Bermain Puzzle Bikin Anak Cerdas. Http://miamiashop.multiply.com. Diakses 5 Januari 2012

Wiriaatmadja, R. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya